Aneka Ragam Makalah

Makalah Pengertian Revitalisasi Agama



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
Makalah Pengertian Revitalisasi Agama
By: Ibrahim Lubis, M.Pd.I

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk sosial dengan salah satu cirinya senantiasa berubah atau mengalami perubahan dalam berbudaya. pola perilaku yang ada dalam budaya itu cenderung untuk senantiasa berubah.[1] Perubahan dari berbagai pola perilaku manusia itu terjadi kerena keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan kelangsungannya. Dimana kebutuhan yang mencakup baik aspek spiritual maupun aspek material senantiasa berkembang. Terjadinya hal seperti ini karena keharusan manusia untuk menyesuaikan dengan tantangan-tantangan yang di hadapinya baik yang berasal dari lingkungan sosial maupun tantangan dari alam.[2]

Diantara faktor yang mendorong dan mempengaruhi terjadinya perubahan sosial itu, baik untuk memenuhi kebutuhan aspek spiritual maupun aspek material karena adanya ketidakpuasan terhadap bidang-bidang kehidupan tertentuyang dirasakan sangat fundamental.[3] Dalam kehidupan keagamaan yang terjadi dalam sejarah manusia, baik perubahan sosial, yang tak jarang menimbulkan konflik sosial yang bersumber dari ketidakpuasan, secara terminologis disebut dengan Revitalisasi yang dibuktikan dengan gerakan-gerakan keagamaan baik itu gerakan yang bersifat positif maupun yang negatif. Makalah ini mengulas tentang beberapa aspek yang terjadi dari adanya gerakan revitalisai terhadap agama. 

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Pengertian Revitalisasi Agama
A. Pengertian Revitalisasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebut bahwa Renitalisasi adalah sebuah proses, cara, atau perbuatan menghidupkan dan menggiatkan kembali. Misalnya revitalisasi ilmu pengetahuan atau Rennaisance, atau Renitalisasi agama berarti membangkitkan kembali agama, baik itu karena ada pihak-pihak yang berperan sebagai pembangkit, maupun manusianya sendiri memilih kembali kepada agama, sehingga gairah agama bangkit kembali.[4]

Revitalisasi dapat diartikan upaya untuk menciptakan eksistensi yang baru dan sangat disukai oleh keadaan yang ada sekarang atau sesuai dengan keadaan zaman sekarang[5]. Hal ini bisa juga dikatakan dengan suatu ikhtiar yang secara sengaja, diorganisir dan disadari oleh para anggota mesyarakat untuk membentuk budaya yang lebih memuaskan[6]. Dengan demikian, Revitalisasi dapat disimpulkan sebagai suatu upaya masyarakat yang lebih luas untuk mengadakan suatu perubahan tatanan kehidupan masyarakat yang berlangsung, baik dengan menghidupkan suatu tuntunan masyarakat yang hampir punah maupun yang mengarah pada penciptaan budaya baru yang dianggap memberikan suasana yang lebih baik.

Term dan istilah di atas agak senada dengan Revitalisasi yaitu sebuah proses yang berkembang menjadi sebuah paham dalam gereja, yang berarti membangun kembali semangat baru orang-orang beriman yang tidak menjalankan imannya, menggugah hati mereka dengan khutbah-khutbah dan doa spontan, sehingga bangkit semangat religius mereka secara massal.[7]

Revitalisasi ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan keagamaan yang banyak bernunculan di daerah Amerika Serikat pada abad ke-18 serta berlanjut ke wilayah yang lainnya. Adapun bentuknya bermacam-macam, baik itu bentuk positif atau yang negatif dan menyesatkan.

B. Faktor Penyebab Lahirnya Revitalisasi Agama
Manusia dalam menjalani hidupnya dibebani oleh keperluan akan berbagai kebutuhan berupa pangan, sandang, dan papan. Atas dasar itu manusia baik secara individu maupun secara kolektif, hakekat, karakter, dan kebiasaannya punya berbagai rencana yang berujung pada rasa optimisme akan keberhasilan dan tercapainya rencana tersebut. Jika rencana dan usahanya berhasil, tujuannya tercapai, Ia pun akan merasa lega, gembira dan bersemangat untuk melakuakan perencanaan, bekerja dan terus bekerja. Namun jika perencanaannya mengalami kegagalan, Ia akan merasa kecewa dan tidak jarang berakhir dengan keadaan prustasi walaupun begitu tidak sedikit juga yang punya rencana tapi tidak terwujud tidak menyebabkan dirinya putus asa melainkan berusaha kembali sambil mengevaluasi penyebab kegagalan dan melakukan pembenahan kembali. Demikianlah ilustrasi karakter yang cenderung lupa diri apabila berhasil dengan tujuannya dan jika dalam situasi yantg sebaliknya akan memohon dan berharap kepada yang menciptakannya.[8]

Dalam menjalankan berbagai rencana manusia sekalipun sedikit atau banyak berhasil dan tercapai, belum tentu seluruhnya terwujud. Hal ini di sebabkan terbatasnya waktu, alat-alat yang tersedia pada masyarakat yang tidak memungkinkan mereka mewujudkan keberhasilan terhadap rencana dan tujuan yang mereka dambakan itu. Sudah merupakan karakter dasar manusia bahwa selalau saja ada berbagai hambatan dan keterbatasan dalam mewujudkan harapan dan cita-citanya.

Pada saat-saat tertentu ada sarana dan pra sarana yang tidak memadai sehingga tidak juga memungkinkan mencapai keberhasilan rencana setiap hal yang diinginkan manusia. Hal ini disebabkan paling tidak ada dua faktor yaitu: pertama, faktor interent masyarakat itu sendiri, dan kedua, faktor eksternal. faktor internal masyarakat itu muncul dikarenakan oleh suatu pemahaman terhadap doktrin agama yang telah membudaya, sehingga mematikan kreatifitas mereka berkembang, misalnya, munculnya ide-ide reformasi Luther yang keberatan akan doktrin khatolik mengenai keselamatan melalui pengampunan dosa oleh pendeta yang kemudian memberikan kontribusi suburnya tindakan korupsi di Gereja. Ide dan ajaran ini melahirkan Protestanisme yang dikenal dengan prediket Lutheranisme.[9]

Adapun faktor eksternal, adanya suatu kekuatan masyarakat luar dari suatu kelompok masyarakat yang ada mengintervensi pola fikir masyarakat yant bersifat stagnan terhadap tatanan kehidupan suatu kelompok masyarakat tersebut. Dengan intervensi itu, maka kelompok masyarakat dengan tatanan kehidupannya yang awalnya tenang berubah menjadi kacau berantakan yang menggiring mereka pada situasi kemiskinan, kemelaratan, terhina, menjadi kelas rendah di negeri sendiri. Situasi ini pada akhirnya memberikan rasa tidak puas dan kemudian ingin bergerak melakukan perubahan. Sebagai contoh adalah upaya pembebasan rakyat Indonesia dari penjajahan Belanda. Ini merupakan upaya pembebasan dari cengkraman Kolonial. [10]

Dari uraian di atas bisa juga lebih dijelaskan adanya beberapa indikasi yang mendukung lahirnya revitalisasi agama. Dalam dasawarsa terakhir ini, sering sekali terdengar adanya ungkapan-ungkapan kebangkitan kembali agama-agama. Gaung kebangkitan agama-agama ini menggema dimana-mana, juga di Negeri ini. Ungkapan ini bukan sekedar harapan, tapi juga fenomena. Berbagai indikasi dapat dilihat untuk menunjukkan fenomena ini di antaranya yaitu:

1. Perkembangan Kepustakaan agama yang makin marak, sehingga semakin banyak pula buku-buku yang beredar dengan berbagai pemahaman keagamaan yang berbeda-beda yang terkadang menimbulkan kebingungan-kebingungan bagi pembaca awam dalam nemahami agama.

2. Gerakan Posmodernisme dan Kebangkitan Kembali Pamor Agama, titik singgung antara kedua hal ini adalah adanya kecenderungan masyarakat posmodernisme untuk kembali kepada hakikat ajaran agama.

3. Krisis Lingkungan, Krisis Spiritual, akhir-akhir ini marak beredar berita dan fenomena perusakan lingkungan yang di lakukan oleh sekelompok manusia/ masyarakat yang akar dari penyebabnya adalah kehampaan mereka terhadap spiritualitas agama dalam diri mereka.

4. Kegalauan Masyarakat Modern, keberhasialn masyarakat modern membentuk manusia yang agresif terhadap segala kemajuan dan perporos kepada kepada kemajuan rasionalitas, yang membuat manusia merasa yakin untuk meninggalkan Tuhannya, dan menganggap agam amerupakan peninggalan dan sisa-sisa dari Primitive Culture. Namun benarkah ini membawa kepada kebahagiaan jiwa manusia?[11]

Dari beberapa hal di atas jelaslah bahwa adanya revitalisasi agama di sebabkan oleh adanya rasa ketidakpuasan, yang kemudian mengharapkan dan mendambakan terjadinya perubahan yang berarti ke arah ketenangan, kebaikann, dan kesejahteraan dalam kehidupan.

C. Bentuk Revitalisasi Agama
Dalam penjelasan sebelumnya bahwa revitalisasi agama ini , bewujud dalam sebuah gerakan-gerakan keagamaan baik itu positif maupun yang negatif. Dalam istilah sosiologinya ini di sebut dengan gerakan Sosio Relegius. Dalam fokusnya merupah suatu tatanan kebiasaan adalah dalam bentuk dan isinya. Menurut michael adas gerakan ini berbeda-beda. Diantaranya yang menggunakan kekerasan dan perlawanan yang rapi dan terorganisir serta ada pula yang menggunakan cara damai dan evolusioner dengan penekanan dan pembaruan Modernitas.[12]

Salah satu gerakan yang dalam bentuk damai serta positif adalah gerakan yang dapat merubah secara bertahap kearah kebaikan dan kebangkitan yaitu gerakan Muhammadiyah dalam Islam di Indonesia. Pada sebagian pakar keislaman berkembang suatu pemahaman bahwa apabila Muhammadiyah tetap mempertahankan metode tekstual dalam memahami Islam yang berarti kecenderungan purifikatif yang lebih bersikap eksklusif, maka Muhammadiyah dikhawatirkan tidak lagi mampu mengalami perkembangan zaman, maka peradaban bisa ketinggalan dan ditinggalkan. Dengan kondisi ini berikutnya menurut pakar sangat di harapkan Muhammadiyah mampu menjadi gerakan Islam yang bisa memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan Islam selanjutnya.[13]

Adakalanya para anggota gerakan itu berjuang untuk menghidupkan kembali adat tradisional mereka dan membersihkannya dari elemen-elemen asing atau sebaliknya. Keinginan dan kecenderungan yang kuat untuk merubah adat tradisional mereka dan menggantikannya dengan mencari bentuk tradisi, budaya, organisasi dan tingkah laku asing, seperti gerakan Kargo di Melanesia.[14]

Adapun bentuk gerakan yang melakukan perubahan dengan perlakuan kekerasan secara revolusioner pada hakekatnya terjadi pada masyarakat yang tatanan hidup dalam masyarakat tersebut terintervensi oleh kekuatan asing. Sehingga oleh kerenanya mereka menjadi kelompok yang teraniaya, tertindas, sehingga ketenangan tidak bisa lagi di pertahankan. Mereka akan bergerak dan akan mewujudkan perlawanan saat dihadapkan pada persoalan kepunahan kebudayaan dalam waktu dekat karena datangnya kelompok lain yang berkuasa.

Beberapa contoh bisa dikemukakan yaitu saat Yahudi menjadi pusat keagamaan di Yerussalem akan di hancurkan oleh kekaisaran Roma dan ketika mereka mengalami pengusiran oleh orang-orang Kristen, saat seperti itu para Yahudi melakukan perlawanan dan sekaligus perubahan terhdap apa yang di intervensi oleh kelompok lain terhadap agama dan sistem masyarakat yang mereka miliki. Pada akhirnya Yahudi bisa berjuang dan mengalahkan musuh mereka serta bergerak maju mendirikan sebuah negara.[15]

Sebuah gerakan lain lagi yang merupakan wujud dari revitalisasi agama yang sangat ekstrim adalah kejadian yang terjadi di Jepang yaitu periode Kamakura yang berkeyakinan bahwa dunia adalah Neraka dan sorga hanya di dapat dalam kematian. Inilah yang menyebabkan terjadinya pesta bunuh diri religius yang tujuannya mendapatkan surga Amida.[16]

Dalam Islam, disebut oleh Marcel A. Boisard dalam bukunya “ humanisme Islam” dalam kolonialisme Barat terhadap dunia Islam, akan menimbulkan harga diri yang di remehkan. Dalam hal ini menjelma menjadi usaha untuk kebangkitan keagamaan. Kebudayaan dan politik, suatu usaha untuk yang disemangati oleh keyakianan bahwa ia mengahadapi bentrokan dan kepentingan penjajah Eropa. Maka dengan melakukan usaha-usaha anti Kolonial, Dunia Islam umumnya dan bangsa Arab khususnya muncul kembali dalam sejarah Islam.[17]

Di Indonesia bentuk gerakan masyarakat dalam upaya mereka merevitalisasi agama bervariasi dan dari zaman ke zaman terus tumbuh dan berkembang, walau tidak di pungkiri juga bahwa gerakan ini banyak membawa masyarakat kearah pemahaman keagamaan yang rancu. Sebagai contoh bisa di jelaskan bahwa gerakan Muhammadiyah di atas menjadi salah satu gerakan pemurnian dalam agama Islam, ada lagi gerakan pemurnian yang lebih tegas Persatuan Islami. Dalam konteks ini perlu kita sebut kelompok ini yang biasa dikenal dengan Inkarus Sunnah, karena mereka mengklain ingin memepertahankan hanya sumber Islam yang paling asli saja. Yaitu Al-Qur’an dan di ketahui kurang meyakini hadist.

Dalam konteks ini gerakan merevitalisasi agama ini terus berlasung patah tumbuh hilang berganti, terus berkembang di seluruh dunia.[18]

D. MEREVITALISASI AGAMA DENGAN GERAKAN
Abdul Mun’im Muhammad Khallaf dalam bukunya agama dalam perspektif Nasional menyatakan bahwa di antara masalah besar kehidupan manusia adalah masalah yang berkaitan dengan agama. Dengan demikian, tema-tema yang menyangkut agama sangatlah penting dan perlu membangkitkan perhatian serius karena masalah keagamaan akan mempengaruhi proses perkembangan kehidupan manusia terutama dalam masalah humanistik, moral, etika, dan estetika. Selain itu hal yang mendukung pendapat di atas adalah adanya pengakuan yang menyatakan bahwa agama merupakan kebutuhan dasar dan paling fundamental bagi kehidupan manusia.[19]

Dalam kajian Sosiologi agama, agama di pandang memiliki peran yang multi fungsional. Elizabeth K. Notingham dalam pengantar sosiologi agamanya Religion dan Society menyebutkan paling sedikit ada tiga fungsi agama yaitu pemeliharaan ketertiban masyarakat, fungsi integratif, dan pengukuhan nilai agama. Di samping dipandang sebagai fenomena sosial yang tumbuh berkembang bersamaan dengan pertumbuhan kehidupan dalam masyarakat.

Modernisme meniscayakan prestasi dibidang iptek dijadikan satu-satunya acuan dan ukuran keberhasialn sehingga fungsi agama terlupakan. Di sisi lain ada yang menyayangkan hal ini, hilangnya fungsi dan peranan agama yang seharusnya membimbing manusia dalam memahami dan menghayati nilai-nilai transendental dalam menumbuhkan nilai-nilai luhur dalam kehudupan individual maupun sosial, sehingga manusia tidak terjerat pada kebanggaan materi belaka.20

Hal seperti inilah yang menyebabkan adakan indikasi dari masyarakat untuk merevitalisasi agama yang di wujudkan dalam bentuk gerakan-gerakan keagamaan yang berfungsi untuk mempertahankan fungsi agama bagi masyarakat.

Melihat kedudukan agama secara demikian, adalah wajar jika agama selalu menjadi diskursus sepanjamg sejarah. Dalam dasa warsa terakhir, pembicaraan mengenai agama kembali muncul kepermukaan, terutama setelah Jhon Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam bukunya Megatrend 2000 Ten New Direction For The 1990’ Mengajukan pandangan mengenai kebangkitan kembali agama. Perbincangan agama semakin menarik karena disertai harapan, yaitu harapan yang menginginkan agama sebagai paradigma alternatif dalam membingkai sejarah peradaban manusia di masa yang akan datang.

Sejalan dengan di atas, muncul refleksi pemikiran sebagai dasar pencapaian harapan agama sebagai paradigma alternatif masa depan, yaitu mengenai sinergi agama sebagai upaya menghilangkan interest yang menyebabkan agama sebagai faktor disintegratif atau konflik. Hal ini di dasari pada pandangan bahwa seluruh agama memiliki titik temu pada kesamaan nilai kemanusiaan nilai universal dalam setiap agama.

Barangkali wacana yang dikemukakan diatas merupakan bagian yang paling penting untuk mengetahui bahwa merevitalisasi agama saat ini sangatlah dibutuhkan dan wujud dari itu semua haruslah dengan gerakan-gerakan positif yang mengarah kepada kebangkitan agama secara natural dan positif. Tidak di tandai dengan gerakan yang salah dan mampu menyasatkan kehidupan ini. Bukan hal seperti itu yang diharap oleh agama. Saat ini mungkin salah satu trend gerakan bisa kita sebutkan adalah gerakan millenarian dalam agama. Banyak kecenderungan positif dalam gerakan ini namun tidak dapat di sangkal pula gerakan-gerkan ini adapula yang salah.

BAB III
KESIMPULAN

Revitalisasi dapat diartikan upaya untuk menciptakan eksistensi yang baru dan sangat disukai oleh keadaan yang ada sekarang atau sesuai dengan keadaan zaman sekarang. Hal ini bisa juga dikatakan dengan suatu ikhtiar yang secara sengaja, diorganisir dan disadari oleh para anggota mesyarakat untuk membentuk budaya yang lebih memuaskan. Dengan demikian, Revitalisasi dapat disimpulkan sebagai suatu upaya masyarakat yang lebih luas untuk mengadakan suatu perubahan tatanan kehidupan masyarakat yang berlangsung, baik dengan menghidupkan suatu tuntunan masyarakat yang hampir punah maupun yang mengarah pada penciptaan budaya baru yang dianggap memberikan suasana yang lebih baik.

Abdul Mun’im Muhammad Khallaf dalam bukunya agama dalam perspektif Nasional menyatakan bahwa di antara masalah besar kehidupan manusia adalah masalah yang berkaitan dengan agama. Dengan demikian, tema-tema yang menyangkut agama sangatlah penting dan perlu membangkitkan perhatian serius karena masalah keagamaan akan mempengaruhi proses perkembangan kehidupan manusia terutama dalam masalah humanistik, moral, etika, dan estetika.


DAFTAR PUSTAKA
  • Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar bahasa Indonesia, Jakarta Balai Pustaka. 2003
  • Elizabeth K.Nothingham, Agama dan Masyarakat. Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1987
  • Marcel a. Botsard, Humanisme Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1980
  • Mochtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat. Palembang: Univ. Sriwijaya. 2001
  • Robert A. Nisbet, The Social Bond An Introduction to the study of society, Alfred A Knopt. New York, 1970
  • Soerjono Soekarno, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1981
  • Steven K Saudarson, Makro Sosiologi, Sebuah Pendekatan terhadapRelitas sosial, Pengantar Edisi Indonesia Hotman M. Siahaan, Edisi II, Rajawali Pers, Jakarta
  • Shabran. Revitalisasi Pemikiran Keislaman Muhammadiyah. Jurnal Studi dan Dakwah Islam, Edisi 2 Vol.XIX 2000
  • Tobroni dan syamsul arifin, Islam Pluralisme Budaya dan Politik: Refleksi Teologi untuk Aksi dalam Keberagamaan dan Pendidikan Yogyakarta: SIPRES, 1994
  • Victor Ferkiss,The future of technological Civillization,Gerge Brazillex, New York, 1974

Footnote
-----------------------------------------------
[1] Robert A. Nisbet, The Social Bond An Introduction to the study of society, Alfred A Knopt.(New York, 1970), h.333.
[2] Victor Ferkiss,The future of technological Civillization,( New York : Gerge Brazillex, 1974: h.165.
[3] Soerjono Soekarno, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial,( Bandung: Alumni 1981) .h.22.
4 Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka. 2003)
5 Steven K Saudarson, Makro Sosiologi, Sebuah Pendekatan terhadapRelitas sosial, Pengantar Edisi Indonesia Hotman M. Siahaan, Edisi II,( Jakarta: Rajawali Pers, t.t.), h. 53.
6 Marcel a. Botsard, Humanisme Dalam Islam,( Jakarta: Bulan Bintang, 1980,h.xii.
7 Mochtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat. (Palembang: Univ. Sriwijaya. 2001). H. 133.
8 Lihat al-Qur’an al-Karim, Sunnah al-Ma’arij ayat 19-21.
9 Steven K Saudarson.Op.Cit. h. 211.
10 Marchel A. Boisar, Op.Cit., h. Xiii.
11 Revitalisasi dan Gerakan Millenarian dalam Agama, Perkuliahan Agama dan Ilmu Sosial, (Medan: Pasca Sarjana IAIN)
12 Elizabeth K.Nothingham, Agama dan Masyarakat. Suatu Pengantar Sosiologi Agama.( Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1987), h. 136.
13 Shabran. Revitalisasi Pemikiran Keislaman Muhammadiyah. Jurnal Studi dan Dakwah Islam, Edisi 2 Vol.XIX 2000. h. 3.
14 Michael Adas, Op. Cit.
15 Elizabeth. Op. Cit., h. 119.
16 Ibid., h. 117-119
17 Ibid., h. 133-134.
18 www.Wikipedia.com
19 Tobroni dan Syamsul Arifin, Islam Pluralisme Budaya dan Politik: Refleksi Teologi untuk Aksi dalam Keberagamaan dan Pendidikan (Yogyakarta: SIPRES, 1994), h. 5.
20 Ibid. h. 98


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved