Aneka Ragam Makalah

Pendidik dalam Pendidikan Islam



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
Makalah: Pendidik dalam Pendidikan Islam
Disusun oleh: Umi Nasihah


I. PENDAHULUAN

Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insane kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qur’ani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religius, budaya dan ilmiah.

Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, pendidik yang mempunyai tanggung jawab mengantarkan manusia kea rah tujuan tersebut. Jusru itu keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada peserta didik. Bentuk nilai yang di internalisasikan paling tidak meliputi: nilai etis, nilai pragmatis, nilai efek sensorik dan nilai religius.

Secara factual, pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik secara integral merupakan tugas yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan informasi. Tugas yang berat tersebut di tambah lagi dengan pandangan sebagian masyarakat yang melecehkan keberadaan pendidik di sekolah, di luar sekolah maupun dalam kehidupan social masyarakat. Hal ini disebabkan karena profesi pendidikdari segi materi kurang menguntungkan, karena sebagian masyarakat dalam era globalisasi ini dipengaruhi paham materialisme yang menyebabkan mereka bersifat materialistik.

Berbeda dengan gambaran tentang pendidik pada umumnya pendidik Islam, adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.


II. PEMBAHASAN
Pendidik dalam Pendidikan Islam


A. Pengertian Pendidik

1. Secara Etimologi

Secara etimologi, dalam konteks pendidikan Islam pendidik disebut dengan murabbi, mu’allim, dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata mu’allim isim fail dari ‘allama, yu’allimu sebagaimana ditemukan dalam Al-Quran (Q.S. Al-Baqarah:31), sedangkan kata muaddib berasal dari addaba, yuaddibu, seperti sabda Rasul: “Allah mendidikku, maka Dia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan”.

Ketiga term itu, mu’allim, murabbi, muaddib, mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.

Kata atau istilah “murabbi” misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti initerlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak yang terpuji.

Sedangkan untuk istilah “mu’allim”, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan (pengajaran), dari seseorang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Adapun istilah “muaddib”, menurut Al- Attas, lebih luas dari istilah “mu’allim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam. 

2. Secara Terminologi

Para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik.
  • Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik. 
  • Marimba, beliau mengartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik. 
  • Ahmad Tasir, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. 

B. Jenis Pendidik

Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam. 

1. Allah SWT.

Dari berbagai ayat Al-Quran yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkanNyakepada Nabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Dia juga sebagai Pencipta.

Firman Allah SWT. yang artinya:

- “segala pujian bagi Allah Rabb bagi seluruh alam”. (Q.S. Al-Fatihah: 1)
- “Dan (Allah) allama (mengajarkan) segala macam nama kepada Adam…(Q.S. Al-Baqarah: 31)
- Sabda Rasulullah SAW. Yang artinya:
“Tuhanku telah addabani (mendidik)ku sehingga menjadi baik pendidikan”.

Berdasarkan ayat dan hadits di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi manusia.

2. Nabi Muhammad SAW.

Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mu’allim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu Al-Quran yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT.

3. Orang Tua

Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tuanya.

Al-Quran menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tua sebagai guru, yaitu memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar manyekutukan Tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan perintah shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan. (lihat Q.S. Lukman: 12-19). Itulah sebabnya orang tua disebut “pendidik kudrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah qudratnya menjadi pendidik.

4. Guru

Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya.

Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Allah SWT menjelaskan:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa’: 58)


C. Keutamaan Pendidik

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa ada sekelompok nasyarakat yang menganggap pekerjaan mendidik atau jabatan sebagai guru adalah yang rendah jika dibandingkan dengan pekerjaan lain seperti di kantor, BUMN, pengusaha dan sebagainya.

Ini disebabkan karena pandangan masyarakat bersifat materialistik yang mempertuhankan harta benda. Tapi kalau dilihat secara mendalam bahwa pekerjaan sebagai guru adalah suatu pekerjaan yang luhur dan mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat, Negara dan dari sudut keagamaan.

Dalam ajaran Islam pendidik sangatlah dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dan RasulNya. Firman Allah QS.Al- Mursalat:11

Artinya : “Allah meningkatkan derajat orang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Sabda Rasulullah SAW:

Artinya :”Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya”. (H.R. Bukhari)

“ Tinta para ulama lebih tinggi nilainya daripada darah para syuhada”. (H.R. Abu Daud dan Turmidzi)

Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan (Pendidik). Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berfikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah. Dengan kemamapuan yang ada pada manusia terlahir teori-teori untuk kemaslahatan manusia.

Al-Ghazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru langsung sesudah kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang diungkapkan oleh Syauki yang berbunyi: “berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”.

Al-Ghazali menyatakan sebagai berikut: seseorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langi, dia bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya, seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum. Seseorang yang menyibukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan yang terhormat. Oleh karena itu hendaklah seorang guru memperhatikan dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pendidik. G


D. Tugas, Tanggung jawab, Dan Hak Pendidik

1. Tugas Pendidik

Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul.

a. Tugas secara umum, adalah :

Sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatal li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribaian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi.

Selain itu tugas yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk bertaqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni meng-internalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.

b. Tugas secara khusus, adalah :

1) Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.

2) Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil , seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.

3) Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.

2. Tanggung Jawab Pendidik

Berangkat dari uraian di atas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, pendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atNya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggungjawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah SWT sebagaimna hadits Rasul:

Artinya :

“Dari Ibnu Umar r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda: Masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing kamu bertanggungjawab atas gembalanya: pemimpin adalah pengembala, suami adalah pengembala terhadap anggota keluarga, dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang di antara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang digembalanya”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Kata “ra’in dalam hadits di atas berarti bahwa setiap orang dewasa dibebani kewajiban serta diserahi kepercayaan untuk menjalankan dan memelihara suatu urusan serta dituntut untuk berlaku adil dalam urusan itu. Kata “ra’iyyah” berarti setiap orang yang memiliki beban tanggungjawab bagi orang lain, seperti istri dan anak bagi suami atau ayah. Sedangkan kata “al-amir” berarti bagi setiap orang yang memegang kendali pemerintah, yang mencakup pemerintahan dengan kepala Negara dan aparatnya. Tanggung jawab dalam Islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang terhadapnya akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat dan bernilai keduniawian, dalam arti kelalaian seseorang terhadapnya dapat dituntut di pengadilan oleh orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya.

Melihat luasnya ruang lingkup tanggung jawab dalam pendidikan Isla, yang meliputi kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas sebagaimana uraian di atas, maka orang tua tidak dapat memikul sendiri tanggung jawab pendidikan anaknya secara sempurna lebih-lebih dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang dengan maju. Orang tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anak mereka, makanya tugas dan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya diamanahkan kepada pendidik lain (orang lain) baik yang berada di sekolah maupun di masyarakat. Orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah sekaligus berarti melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru di sekolah, karena tidak semua orang yang dapat menjadi guru sekaligus menjadi pendidik.

Tugas dan tanggung jawab guru tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan orang tua dan masyarakat karena guru sebagai pendidik mempunyai ketrebatasan.

3. Hak Pendidik

Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkannya dalam rangka mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik. Dengan demikian waktu dan kesempatannya dihabiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga dia tidak mempunyai waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari. Justru itu pendidik berhak untuk mendapatkan:

a. Gaji, mengenai penerimaan gaji ini pada awalnya terdapat perselisihan pendapat. Mengenai gaji ini ahli-ahli piker dan filosof-filosof berbeda pendapat dalam hal guru menerima gaji atau menolaknya. Yang paling terkenal untuk menolak gaji adalah Socrates.

Sedangkan Al-Ghazali menyimpulkan mengharamkan gaji. Sementara utu Al-Qabisi (935-1012) yang memandang gaji itu tidak dapattidak harus diadakan.

Karena pendidik telah menapakan lapangan profesi, tentu mereka berhak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan ekonomi, berupa gaji atau honorarium. Seperti di Negara kita, pendidik merupakan bagian aparat Negara yang mengabdi untuk kepentingan Negara melalui sector pendidikan, diangkat menjadi pegawai negeri sipil, diberi gaji dan tunjangan tenaga kependidikan. Namun kalau dibandingkan dengan Negara maju, penghasilannya belum memuaskan. Akan tetapi karenatugas itu mulia, tidak menjadi halangan bagi pendidik dalam mendidik peserta dididknya. Bagi pendidik yang statusnya non PNS maka mereka ada yang digaji oleh yayasan bahkan mereka tidak sedikit mereka tidak mendapatkannya akan tetapi mereka tetap mengabdi dalam rangka mencari ridha Allah SWT.

b. Mendapatkan penghargaan

Guru adalah abu al-ruh (bapak rohani) bagi peserta didiknya. Dialah yang memberikan santapan rohani dan memperbaiki tingkah laku peserta didik. Justru itu profesi guru wajib dimuliakan, mengingat perannya yang sangat signifikan dalam menyiapkan generasi mendatang seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, yang dikutip Zainudin dkk.

“menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita. Bangsa yang ingin maju peradabannya adalah bangsa yang mampu memberikan penghormatan dan penghargaan kepada para pendidik. Inilah salah satu rahasia keberhasilan bangsa Jepang yang mengutamakan dan memprioritaskan guru setelah hancurnya Hirosima dan Nagasaki, pertama sekali yang dicari oleh Kaisar Hirohito adalah para guru. Dalam waktu yang relatif singkat bangsa Jepang kembali bangkit dari kehancuran sehingga menjadi modern pada masa sekarang.


E. Kode Etik Pendidik

1. Kode Etik Pendidik di Indonesia

Pengertian kode etik menurut UU No.8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian dinyatakan bahwa kode etik adalah sebagai pedoman sikap tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinamisan. Kode etik guru ini ada dua macam yaitu: (1) kode etik guru Indonesia, dan (2) kode etik jabatan guru. 

a. Kode Etik Guru Indonesia

Persatuan Guru Republik Indonesia menyadari bahwa pendidik adalah merupakan suatu bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan UUD 1945 merasa turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaaan Indonesia 17 Agustus 1945, maka guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai guru dengan mempedomani dasar-dasar sebagai berikut:
  • 1) Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk memnentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
  • 2) Guru mempunyai kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing. 
  • 3) Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang peserta didik, tetapi menhindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan. 
  • 4) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya demi kepentingan peserta didik. 
  • 5) Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan. 
  • 6) Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha meningkatkan dan mengembangkan profesinya.
  • 7) Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesame guru baik berdasarkan hubungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan. 
  • 8) Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya. 
  • 9) Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. 

b. Kode Etik Jabatan Guru
  • 1) Guru sebagai manusia Pancasilais hendaknya menjunjung tinggi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
  • 2) Guru selaku pendidik hendaknya bertekad untuk mencitai anak-anak dan jabatannya, serta selalu menjadikan dirinya suri tauladan bagi peserta didiknya.
  • 3) Setiap guru berkewajiban selalu menyelaraskan pengetahuan dan meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan terakhir.
  • 4) Setiap guru diharakan selalu, memperhitungkan masyarakat sekitarnya, sebab pada hakikatnya pendidikan itu merupakan tugas pembangunan dan tugas kemanusiaan. 
  • 5) Setiap guru berkewajiban meningkatkan kesehatah dan keselarasan jasmaniahnya, sehingga berwujud penampilan pribadi yang sebaik-baiknya, agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya pula. 
  • 6) Di dalam hal berpakaian dan berhias, seorang guru hendaknya memperhatikan norma-norma estetika dan sopan santun. 
  • 7) Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam hubungan dengan atasannya dan sanggup menempatkan dirinya sesuai dengan hierarkikepegawaian. 
  • 8) Jalinan hubungan anata seorang guru dengan atasannya hendaknya selalu diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama. 
  • 9) Setiap berkewajiban untuk selalu memelihara semangat korps dan meningkatkan rasa kekeluargaan dengan sesama guru dan pegawai lainnya.
  • 10) Setiap guru hendaknya bersikap toleran dalam menyelesaikan setiap persoalan yang timbul, atas dasar musyawarah dan mufakat demi kepentingan bersama.
  • 11) Setiap guru dalam pergaulan dengan murid-muridnya tidak dibenarkan mengaitkan persoalan politik dan idiologi yang dianutnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
  • 12) Setiap guru berkewajiban berpartisipasi secara aktif dalam melaksanakan program dan kegiatan sekolah.
  • 13) Setiap guru diwajibkan memakai peraturan-peraturan dan menekankan self diciplin serta menyesuaikan diri dengan adapt istiadat setempat secara fleksibel. 

2. Kode Etik Pendidik Dalam Pendidikan Islam

Sebenarnya banyak sekali kode etik pendidik yang dikemukakan oleh pakar pendidikan Islam baik pakar pendidikan Islam di dunia Islam maupun di Indonesia. Dari sekian banyak pendapat tersebut penulis mengemukakan kode etik yang paling lengkap yang pernag disusun oleh para pakar pendidikan Islam, yaitu seperti yang dikemukakan oleh Al Kanani.

Al-Kanani (w. 733 H) mengemukakan persyaratan seorang pendidik atas tiga macam yaitu (1) yang berkenaan dengan dirinya sendiri, (2) yang berkenaan dengan pelajaran, (3) yang berkenaan dengan muridnya.

Pertama, syarat-syarat guru berhubungan dengan dirinya, yaitu:

a. Hendaknya guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah trhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanah ilmiah yang diberikan Allah kepadanya. Karenanya, ia tidak mengkhianati amanah itu, malah ioa tunduk dan merendahkan diri kepada Allah SWT.

b. Hendaknya guru memelihara kemuliaan ilmu. Salah satu bentuk pemeliharaanya adalah tidak mengajarkannya kepada orang yang tidak berhak menerimanya, yaitu orang-orang yang menuntut ilmu hanya untuk kepentingan dunia semata.

c. Hendaknya guru bersifat zuhud. Artinya ia mengambil rizki dunia hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarganya secara sederhana. Ia hendaknya tidak tamak terhadap kesenangan dunia, sebab sebagai orang yang berilmu, ia lebih tahu ketimbang orang awam bahwa kesenangan itu tidak abadi.

d. Hendaknya guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise, atau kebanggaan atas orang lain.

e. Hendaknya guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga dirinyadi mata orangbanyak. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Hai norang-orang yang beriman makanlah diantara rizki yang halal lagi baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Alllah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”. (Q.S. Al-Baqarah:172)

f. Hendaknya guru memelihara syiar-syiar Islam, seperti melaksanakan shalat berjamaah di masjid, mengucapkan salam, serta menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dalam melakukan semua itu hendaknya ia bersabardan tegar dalam menghadapi celaan dan cobaan.

g. Guru hendaknya rajin melakukan hal-hal yang disunahkanoleh agama, baik dengan lisan maupun perbuatan, seperti membaca Al-Quran, berdzikir, dan shalat tengah malam. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT yang artinya: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (Q.S. Hud: 114)

h. Guru hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak dan menghindarkan diri dari akhlak yang buruk. Sebagai pewaris Rasululllah SAW sudah sepantasnya seorang pendidik untuk memperlihatkan akhlak yang terpuji, sebagaimana peran yang dimainkan oleh Rasulullah SAW dalam menghadapi umatnya (sebagai teladan atau panutan).

i. Guru hendaknya selalu mengisi waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti beribadah, membaca dan mengarang. Ini berarti bahwa seorang pendidik harus selalu pandai memanfaatkan segala kondisi sehingga hari-harinya tidak ada yang terbuang.

j. Guru hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah daripadanya, baik secara kedudukan maupun usianya.

k. Guru hendaknya rajin meneliti, menyusun, dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dah keahlian yang dibutuhkan untuk itu.


Kedua, syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran (paedagogis-didiktis), yaitu:

a. Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci dari najis dan kotoranserta mengenakan pakaian yang baik dengan maksudmengagungkan ilmu dan syariat.

b. Ketika keluar dari rumah, hendaknya guru selalu berdo’a agar tidak sesat dan menyesatkan, dan terus berdzikir kepada Allah SWT. Hingga sampai ke majlis pengajaran. Ini menegaskan bahwa sebelum mengajarkan ilmunya, seorang guru sepantasnya untuk menyucikan hati dan niatnya.

c. Hendaknya guru mengambil tempat pada posisi yang membuatnya dapat terlihat oleh semua murid.

d. Sebelum mulai mengajar, hendaknya guru membaca sebagian dari ayat Al-Quran agar memperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca basmalah.

e. Guru hendaknya mengajarkan bidang studi sesuai hierarki nilai kemuliaan dan kepentingannya yaitu tafsir Al-Quran, kemudian hadits, ushuludin, ushul fiqih dan seterusnya. Barangkali untuk seorang guru pemegang mata pelajaran umum, hendaklah selalu mendasarkan materi pelajarannya dengan Al-Quran dan hadits Nabi, dan kalau perlu mencoba untuk meninjaunya dari kaca mata Islam.

f. Hendaknya guru selalu mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras, hingga membisingkan ruangan, tidak pula terlalu rendah hingga tidak terdengar oleh siswa.

g. Hendaknya guru menjaga ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan pada objek tertentu. Artinya dalam memberikan materi pelajaran, seorang guru memperhatikan tata cara penyampaian yang baik (sistematis), sehingga apa yang disampaikan akan mudah dicerna oleh siswa.

h. Guru hendaknya menegur murig-murid yang tidak menjaga sopan santun dalam kelas, seperti menghina teman, tertawa keras, tidur, berbicara dengan teman atau tidak menerima kebenaran.

i. Guu hendaknya bersikap bijak mdalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran, dan menjawab pertanyaan. Apabila ia ditanya tentang sesuatu yang ia tidak tahu, hendaklah ia mengatakan bahwa ia tidak tahu. Hal ini menegaskan bahwa seorang guru tidak boleh bersikap pura-pura tahu.

j. Terhadap murid baru, hendaknya gurubersikap wajar dan menciptakan suasana yang membuatnya merasa telah menjadi bagian dari kesatuan teman-temannya.

k. Guru hendaknya menutup setiap akhir belajar mengajar dengan kata-kata wallahu a’lam (Allah Maha Tahu) yang menunjukkan keikhlasan kepada Allah SWT.

l. Guru hendaknya tidak mengasuh bidang studi yang tidak dikuasainya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pelecehan ilmiah dan sebaliknya akan terjadi hal yang sifatnya untuk memuliakan ilmu dalam proses belajar mengajar.


Ketiga, kode etik guru di tenga-tengah para muridnya, antara lain:

a. Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharapkan ridha Allah SWT, menyebarkan ilmu, menghidupkan syara’, menegakkan kebenaran, dan melenyapkan kebatilan serta memelihara kemaslahatan umat.

b. Guru hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat tulus dalam belajar.

c. Guru hendaknya mencintai muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Artinya, seorang guru hendaknya menganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri.

d. Guru hendaknya memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.

e. Guru hendaknya menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar muridnya dapat memahami pelajaran.

f. Guru hendaknya mengadakan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. Hal ini dimaksudkan agar guru selalu memperhatikan tingkat pemahan siswanya dan pertambahan keilmuan yang diperolehnya.

g. Guru hendaknya bersikap adil terhadap semua muridnya.

h. Guru hendaknya berusaha membantumembantu kemaslahatan murid, baik dengan kedudukan maupun hartanya.

i. Guru hendaknya terus memantau perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya. Murid yang sholeh akan menjadi “tabungan” bagi guru, baik di dunia maupun di akhirat.


F. Peran Pendidik

Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang sangat penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh tegnologi seperti radio, tape recorder, internet maupun oleh computer yang paling modern. Banyak unsure-unsur manusiawi seperti sikap, system nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan keteladanan yang diharapkan dari hasil proses pembelajaran, yang tidak dicapai kecuali melalui pendidik.

Demikianlah betapa pentingnya peranan guru dan betapa beratnya tugas dan tanggung jawab guru, terutama tanggungjawab moral untuk digugu dan ditiru. Di selolah seorang guru menjadi ukuran atau pedoman bagi murid-muridnya, di masyarakat guru dipandang sebagi suri tauladan bagi setoap warga masyarakat.

Konsep operasional, pendidikan Islam adalah proses transformasi dan internalisasi nilai-nilai Islam dan pengetahuan dalam rangka mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik guna mencapai keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, maka pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam pendidikan Islam.

Sehubungan dengan hal tersebut Al-Nahlawi menyatakan bahwa peran guru hendaklah mencontoh peran yang dilakukan Rasulullah yaitu mengkaji dan mengembangkanilmu Ilahi.


III. PENUTUP

Dalam rangka melaksanakan tugas sebagai pewaris para nabi (waratsatul Anbiya’), para pendidik hendaklah bertolak pada amar ma’ruf dan nahi munkar dalam artian menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat penyebaran misi iman, Islam dan ihsan, dan kekuatan rohani pokok yang dikembangkan oleh pendidikadalah individualitas, sosialitas dan moralitas (nilai-nilai agama dan moral).

Peran dan fungsi yang cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang guru atau pendidikan yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggungjawab sebagai seorang pendidik. Pendidik itu harus mengenal Allah SWT dalam arti yang luas, dan Rasul, serta memahami risalah yang dibawanya.



DAFTAR PUSTAKA
  • Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. 3 1996
  • Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, Ruh At-Tarbiyah, waal Ta’lim, Saudi Arabia: Dar al-Ahya, tt.
  • Ramayulis dan Jalaludin, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 1989
  • Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994
  • Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved