Aneka Ragam Makalah

Makalah Pengelompokan Sosial dan Stratifikasi Sosial



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
Makalah Pengelompokan Sosial dan Stratifikasi Sosial
Oleh: Ibrahim Lubis, M.Pd.I

BAB I
PENDAHULUAN

Pada konteks pemikiran sistem, masyarakat akan dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Pada satu segi, hal ini menunjukkan adanya suatu satuan masyarakat kecil seperti keluarga, sekolah, perkantoran dan sebagainya. Dan pada segi lainnya, pandangan ini menunjukkan adanya suatu satuan masyarakat besar seperti masyarakat kota, atau masyarakat desa. Diantara stuktur yang kerap dibicarakan para ahli adalah mengenai pengelompokan sosial, stratifikasi (lapisan) sosial, perubahan sosial dan konflik pertentangan sosial. Pemahaman dalam pengetahuan tentang struktur masyarakat ini dapat membantu kita dalam mengenal suatu eksistensi dalam tatanan masyarakat tertentu, juga dalam usaha menyelesaikan problematika yang muncul dalam masyarakat. Kata masyarakat diambil dari sebuah kata Arab yakni musyarak, yang kemudian berubah menjadi musyarakat, dan selanjutnya disempurnakan dalam bahasa Indonesia menjadi masyarakat. Adapun musyarak pengertiannya adalah bersama-sama, lalu musyarakat artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sedangkan pemakaiannya dalam bahasa Indonesia telah disepakati dengan sebutan masyarakat.[1]

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Pengelompokan Sosial dan Stratifikasi Sosial

A. Pengelompokan Sosial
Menurut sosiologi istilah kelompok mempunyai arti khusus, yang mana berbeda halnya dengan pengertian yang lazim dipergunakan secara umum. Kelompok adalah kumpulan orang-orang yang memiliki hubungan dan interaksi antar anggotanya, di mana dapat mengakibatkan timbulnya perasaan bersama. Menurut pendapat Mayor Polak (1979), kelompok didefinisikan sebagai berikut: “Group atau kelompok adalah sejumlah orang yang ada diantara hubungan satu sama lain dan antar hubungan itu bersifat sebagai sebuah struktur.[2]

Pendapat diatas menunjukkan betapa pentingnya faktor hubungan atau interaksi di dalam suatu kelompok. Sekelompok orang belum tentu dapat disebut sebagai kelompok dalam arti sosiologis. Dikatakan demikian karena terbentuknya suatu kelompok sangat tergantung pada adanya jalinan hubungan antara anggota-anggotanya.

Suatu kelompok terdiri dari dua orang atau lebih anak manusia, yang juga diantara mereka terdiri dari beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh anggota kelompok tersebut atau orang lainnya secara menyeluruh. Namun juga ada kumpulan sosial yang secara longgar disebut kelompok, akan tetapi ia sebenarnya bukanlah kelompok menurut definisi sosiologi yang sebenarnya. Sebagai contoh penggunaannya adalah seperti “kelompok seusia/sebaya” bagi semua orang. Walaupun kita dapat mengelompokkan manusia dengan cara demikian mengikuti segala sifat yang mereka miliki, namun ini bukanlah suatu kelompok sosiologis, akan tetapi karena interaksi diantara mansuai sebagai anggota pada keseluruhannya.

Ada beberapa macam bentuk kelompok-kelompok sosial diantaranya adalah:
  • Pertama, kelompok inti atau primer. Kelompok ini dicirikan dengan kemesraan, kontak antar person. Bagian kelompok ini adalah seperti keluarga, sepermainan anak-anak dan kelompok tetangga, karena kelompok tetangga atau jiran ini adalah sebagai asas karena dapat membentuk pola tingkah laku dan sikap anggotanya. Diantara ketiga kelompok ini, keluargalah yang paling penting. Hanya sedikit kelompok lain yang menyamai keluarga tentang kemesraan, yaitu sebuah ciri terpenting dari semua ciri yang dipaparkan diatas.
  • Kedua, kelompok sekunder, yaitu kelompok yang hanya melibatkan keakraban kecil, wujudnya temporer dan melibatkan kurangnya kontak antar pribadi. Saat kemesraan adalah merupakan ciri dari kelompok inti/primer, maka keacuhan adalah ciri kelompok sekunder.
  • Ketiga, kelompok formal. Kelompok ini adalah kelompok yang tersusun menurut sturktur yang telah tetap dan mengikuti peraturan yang mengawasi interaksi antar anggotanya. Ia biasanya memiliki struktur dan tata cara yang jelas dalam peraturan dan juga undang-undang atau yang sejenis dengan hal demikian. Kelompok ini biasanya memiliki kedudukan resmi, atau organisasi, dimana para anggotanya menjalankan tugas sebagaimana yang tertuang dalam peraturan atau undang-undang kelompok. Hak dan kewajiban anggota juga termaktub didalamnya. Contoh kelompok ini adalah klub-klub umum, persatuan wanita, sistem sekolah, dalam negara serta persatuan bangsa-bangsa. Kelompok ini biasanya disebut perserikatan atau semakna dengannya.
  • Keempat, kelompok informal. Kelompok ini adalah kelompok yang tidak memiliki sistem organisasi yang mencantumkan secara khusus hak dan kewajiban para anggotanya. Kelompok ini biasanya terbentuk berdasarkan konteks beraturan yang mengarah pada minat dan karakter yang sama, dengan menerapkan pengalaman dan keahlian bersama. Contoh kelompok ini adalah kelakonan anak-anak dan juga suatu kelompok persahabatan. Dalam contoh diatas dapat difahami bahwa kelompok ini kecil tanpa ada struktur yang formal. Kelompok ini dicirikan dengan adanya hubungan timbal balik mengenai kepercayaan dan juga kerja sama antar kesemua anggotanya.
  • Setiap kelompok-kelompok diatas berbeda menurut ukuran dimana ia akan menuju kepada jenis kelompok yang terlalu formal atau kelompok yang terlalu informal.[3]
B. Stratifikasi Sosial
Kata stratifikasi diadobsi dari kata stratification yang berasal dari kata stratum bentuk plural dari strata yang artinya lapisan. Pitirim.A. Sorokin menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaan suatu masyarakat ke dalam kelas-kelas bertingkat secara hirarkis.[4]

Setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai. Dan selama suatu kelompok masyarakat memiliki sesuatu yang dihargai, maka hal itu akan menjadi bibit dan benih yang menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat tersebut. Barang sesuatu yang dihargai ini dapat berupa uang, benda-benda yang bernilai ekonomis, dan mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau bahkan kesalehan dan juga keturunan dari keluarga terpandang.[5]

Dalam tiap-tiap negara, terdapat tiga unsur yang menjadikan suatu negara tersebut memiliki variasi lapisan. Diantara manusia dalam ruang lingkup negara ada yang kaya sekali dan juga ada yang hidup dalam garis kemiskinan, serta ada kelompok yang berada diantara keduanya. Hal ini realita yang kerap terjadi sejak dari zaman dahulu hingga sampai sekarang, yang kerap terdapat berbagai lapisan di dalam tatanan bermasyarakat dari golongan atas hingga golongan terbawah.

Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa sistem berlapis-lapis tersebut merupakan suatu ciri tetap dan umum dalam suatu kelompok bermasyarakat yang hidup teratur. Seseorang yang memiliki barang-barang yang berharga dalam jumlah yang banyak, maka akan dianggap masyarakat sebagai orang yang berkedudukan dalam lapisan atas. Sedangkan orang yang memiliki sedikit harta atau barang yang berhaga atau bahkan tidak memiliki sama sekali harta disebut sebagai golongan menengah dan golongan bawah.

Biasanya golongan yang berada pada lapisan atas tidak hanya memiliki satu bentuk saja dari apa yang dihargai masyarakat, akan tetapi kedudukan tinggi tersebut bersifat kumulatif, yang artinya orang-orang tersebut memiliki banyak uang dan akan mudah sekali bagi mereka untuk mendapatkan tanah, kekuasaan atau bahkan kehormatan, sedangkan mereka yang memiliki kekuasaan besar dan juga kekayaan akan mudah mendapat semua keinginannya, yang juga terkadang dapat mempermainkan dunia pendidikan dengan mengamalkan suatu praktek yang pada belakangan terakhir kita kenal dengan nama “ijazah palsu”, demi untuk mendapatkan kekuasaan.

Stratifikasi sosial ini selalu saja ada dalam setiap masyarakat. Baik dalam ruang lingkup besar seperti negara, atau juga dalam ruang lingkup kecil seperti pedesaan dan lingkungan, atau juga ruang lingkup terbesar seperti dunia yang juga berisikan bermacam bentuk golongan manusia yang duduk di dalamnya, ada yang kaya dan juga ada yang miskin.

Dalam lapisan sosial ini, selalu saja ada ketimpangan yang kerap terjadi. Bahkan fenomena ini telah sejak lama terjadi. Kita lihat saja pada zaman dinasti Abbasiyah, yang dipenuhi dengan berbagai golongan lapisan masyarakat, dari yang penguasa, pengusaha bahkan orang-orang lapisan bawah. Sangat jarang kita temui orang lapisan atas dapat bergaul dengan orang lapisan bawah, namun hal ini bukan berarti tidak ada. Salah satu contoh adalah Ali bin Makmun, anak seorang khalifah Abbasiyah yang di dalam kehidupannya, rela menghabiskan masa kehidupannya dalam lingkungan orang-orang miskin, disebabkan beliau terinsfirasi oleh seorang pemuda miskin yang hidup dengan gelempingan ibadah dan juga qanaah.[6]

Karakteristik stratifikasi sosial meliputi perbedaan dalam kemampuan dan kesanggupan. Seorang pejabat istana misalnya, pasti memiliki rumah megah karena ia mampu untuk membelinya. Berbeda halnya dengan pegawai rendahan istana yang hanya mungkin dapat membeli gubuk dan sebuah sepeda untuk mengantarkannya ke tempat kerjanya.

Seorang dosen misalnya, biasanya memiliki kehidupan yang lebih baik dibanding dengan guru biasa yang terkadang kerap mengojek dan mencari tambahan di luar jam pelajaran, untuk menambah dan mensejahterakan kehidupan keluarganya. Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya, seorang yang berkedudukan lebih tinggi biasanya semakin banyak hak dan juga fasilitas yang dimilikinya.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Di dalam masyarakat terbentuk suatu susunan struktur sosial yang ditandai adanya pengelompokan sosial yang terdiri dari kelompok inti, sekunder serta kelompok forman dan informal. Didalam klasifikasi kelompok-kelompok sosial, pembedaan yang luas dan fundamental adalah pembedaan antara kelompok-kelompok kecil dimana hubungan antar anggotanya sangat rapat, disisi laindengan kelompok-kelompok yang lebih besar. Adanya lapisan sosial dalam masyarakat dilandaskan beberapa faktor seperti, faktor ekonomis, politik, pangkat, jabatan serta status peran dalam masyarakat. Sedangkan adanya pertentangan sosial baik yang sifatnya antar individu maupun kelompok dengan masyarakat sekitar memiliki dampak positif, disamping juga ada dampak negatif yang ditimbulkannya.

DAFTAR PUSTAKA
  • Abdul Syani. Sosiologi: Kelompok dan Masalah Sosial. Fajar Agung Jakarta, 1987. 
  • Aid Abdullah al Qarniy, al Misk wal ‘Anbar, Terj Abd Rahman dan Mhd Zuhirsyan, Kuala Lumpur, Jasmin Enterprise, 2006.
  • Josep. S. roucek. Sosiologi An Introdution. Tejm Sahat Simamora Jakarta: Bina Aksara, 1984.
  • Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1982.
========================
[1] Abdul Syani. Sosiologi; Kelompok dan Masalah Sosial. (Jakarta, Fajar Agung 1987), h. 1
[2] Ibid, h. 40
[3] Josep. S. Roucek. Sosiologi An Introdution. Tejm Sahat Simamora (Jakarta: Bina Aksara, 1984), h. 218.
[4] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 203. 
[5] Ibid, 204
[6] Aid Abdullah al Qarniy. al Misk wal ‘Anbar. Terj Abd Rahman dan Mhd Zuhirsyan, (Kuala Lumpur: Jasmin Enterprise, 2006), h. 475.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved