Aneka Ragam Makalah

Makalah Postmodernisme Dalam Islam



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
Makalah Postmodernisme Dalam Islam
Oleh : Fauziah Hafni Matondang 

BAB I
PENDAHULUAN

Postmodernisme merupakan gerakan kontemporer yang kuat dan modis [1] yang mengandung banyak ketidakjelasan. Meskipun istilah postmodernisme ini diselimuti ketidakjelasan, selalu saja orang – orang cenderung untuk membicarakannya. Pada kesempatan ini penulis akan mencoba memaparkan sedikit banyak tentang istilah postmodernisme ini dengan segala ketidakjelasannya yang dengan ini penulis akan mengangkat sosok Akbar S.Ahmed sebagai tokoh yang membahas problem postmodernisme dengan karya tulisnya yang berjudul islam dan postmodernisme.

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Postmodernisme Dalam Islam

A. Sekilas tentang Akbar S.Ahmed
Profesor Akbar S.Ahmed adalah ketua studi keislaman di Universitas Ibn Khaldun dan profesor di bidang hubungan – hubungan internasional di Universitas Amerika di Washington D.C. Beliau dilahirkan di Allahabad, sebuah kota kecil di tepi sungai gangga yang kemudian menjadi Dr. Ahmed ahli antropologi yang terkenal, penulis dan pembuat film. Beliau terlibat aktif dalam dialog inter agama dan berupaya memberikan pemahaman antara islam dan barat termasuk tiga penampilannya dalam program Oprah dan suatu acara berita BBC yang berserial dikenal dengan “Living Islam” disiarkan pertama kali pada tahun 1993. Dr. Ahmed pada mulanya berminat terhadap kepemimpinan muslim dan benturan – benturan yang terjadi antar umat islam pada tahun 1980-an ketika beliau menjadi perwakilan Pakistan di Baluchistan. Studi tentang islam global dan benturan – benturan pemikiran pada masyarakat kontemporer menjadi fokus utama kegiatannya setelah itu.

Tahun 1999-2000 beliau menjadi duta besar Pakistan untuk inggris, beliau juga memegang beberapa jabatan penting di Pakistan. Bukunya yang mendapat penghargaan termasuk : Discovering Islam, Making Sense Of Muslim History and Society, Postmodernisme and Islam, Predicament and Promise, Islam Today, A Short Introduction To The Muslim World And Jinnah Quartet. [2]

B. Pengertian postmodernisme
Kita telah mengetahui di pendahuluanbahwa istilah Postmodernisme merupakan istilah yang paling banyak ketidakjelasannya, meskipun begitu kita akan mencoba memberi batasan – batasan yang dapat memberikan pemahaman kepada kita. Ketidakjelasan maksud istilah postmodernisme ini terlihat misalnya dalam pemikiran Ernest Gellner ketika ia mengatakan bahwa hampir mustahil untuk dapat memberikan defenisi dan paparan yang jelas tentang postmodernisme.[3] Terhadap hal ini Ernest setidaknya memberikan batasan defenisi postmodernisme sebagai berikut:
  • postmodernisme membuat hubungan antar bidang antropologi, sastra dan filsafat semakin dekat satu sama lain dibanding sebelumnya.
  • Gerakan ini merupakan jenis relativisme yang hidup pada masa kita.
  • Postmodernisme merupakan sejenis histeria subjektivitas dan merupakan penolakan terhadap fakta objektif. Semua struktur sosial dan visi ini independen dan menggantinya dengan kepentingan makna, baik menyangkut objek yang diamati maupun pengamat itu sendiri. [4] Briyan S. Turner mengatakan posmodernitas mengacu kepada perluasan proses komodifikasi kepada kehidupan sehari – hari dan dampak kebudayaan konsumer massa pada sistem budaya, yang menyamarkan perbedaan, misalnya antara kebudayaan tinggi dan kebudayaan rendah. Postmodernisme artinya penggunaan simulasi dalam produksi kebudayaan, dan dalam istilah gaya ia menyangkut ejekan diri dan ironi.
Metodologi postmodernisme peka terhadap praktek lokal dan keyakinan rakyat, dan khususnya peka terhadap makna dan tujuan yang ironis. [5] Sementara Alwi Shihab menyatakan bahwa postmodernisme adalah suatu gerakan kultural intelektual baru akibat rasa cemas terhadap janji – janji gerakan modern yang dianggap gombal. Gerakan posmodern secara tidak langsung menghidupkan kembali pamor agama, namun gerakan ini mencakup spektrum luas dari berbagai kelompok yang ragam pemikiran, walaupun bersatu pada rasa kecemasan terhadap kehidupan masa kini. Sisi gelap dari gerakan ini menggambarkan rasa putus asa, yang berbicara tentang kehancuran yang tak terelakkan dan kebenaran serta kepastian yang tidak mungkin dicapai. Sisi cerah dari gerakan ini tetap melihat celah – celah optimisme dalam kehidupan masa depan. [6]

Budhy Munawar Rachman menyatakan bahwa postmodernisme didominasi pengertian – pengertian dan konsep-konsep mengenai pluralisme, fragmentaris, heteroganitas, indeterminasi, skeptisisme, dekonstruksi perbedaan-perbedaan, ambiguitas dan ketidakpastian dalam usaha – usaha sintesis berbagai pemikiran kontemporer. [7]

Setelah melihat beberapa defenisi / batasan postmodernisme selanjutnya kita akan melihat bagaimana seorang Ahmed mendefenisikan postmodernisme tersebut. Akbar S. Ahmed mencoba mendefenisikan postmodernisme dengan terlebih dahulu memahami modernisme yang akan memungkinkan mengukur postmodernisme. Modernisme [8] diartikan sebagai fase terkini sejarah dunia ditandai dengan percaya pada sains, perencanaan, sekularisme dan kemajuan. Keinginan untuk simetri dan tertib, keinginan akan keseimbangan dan otoritas, telah juga menjadi karakternya. Periode ini ditandai oleh keyakinannya terhadap masa depan, sebuah keyakinan bahwa utopia bisa dicapai.Gerakan menuju industrialisasi dan kepercayaan yang fisik, membentuk ideologi yang menekankan materialisme sebagai pola hidup. [9] Formulasi kontemporer postmodernisme menurut Ahmed merupakan fase khusus menggantikan modernisme, berakar pada dan diterangkan sejarah terakhir barat yang berada pada inti dominasi peradaban global abad ini.

Terhadap hal ini Ahmed mencoba mengidentifikasikan beberapa ciri utama postmodernisme dengan menekankan watak sosiologisnya. Ciri – ciri utamanya adalah sebagai berikut:
  • Berusaha memahami era postmodernisme berarti mengasumsikan pertanyaan tentang, hilangnya kepercayaan pada modernitas, semangat pluralisme, skeptisisme terhadap ortodoksi tradisional, dan akhirnya penolakan terhadap pandangan bahwa dunia adalah sebuah totalitas universal, pendekatan terhadap harapan akan solusi akhir dan jawaban sempurna.
  • Postmodernisme bersamaan dengan era media, dalam banyak cara yang bersifat mendasar, media adalah dinamika sentral, ciri pendefenisi dari postmodernisme.
  • Kaitan postmodernisme dengan revivalisme etno religius atau fundalisme perlu ditelaah oleh ilmuan sosial dan politik.
  • Walaupun apokaliptiknya klaim itu, kontinuitas dengan masa lalu tetap merupakan ciri kuat postmodernisme.
  • Karena sebagian penduduk menempati wilayah perkotaan, dan sebagian lebih besar lagi masih dipengaruhi oleh ide – ide yang berkembang dari wilayah ini. Maka metropolis menjadi sentral bagi postmodernisme.
  • Terdapat elemen kelas dalam postmodernisme dan demokrasi adalah syarat mutlak bagi perkembangannya.
  • Postmodernisme memberikan peluang bahkan mendorong penjajaran wacana, eklektisme berlebih – lebihan, percampuran berbagai citra.
  • Ide tentang bahasa sederhana terkadang terlewatkan oleh posmodenis, meskipun mereka mengklaim dapat menjangkaunya.
Berdasarkan ciri-ciri utama postmodernisme, maka dapat dilihat bahwa kecenderungan yang ditekankan dalam literatur postmodernisme adalah rasa anarkinya, ketidakmenentuan dan keputusasaannya. Namun perlu bagi kita untuk menginterpretasikan postmodernisme dari segi positifnya yang berupa keberagamaan, kebebasan meneliti dan kemungkinan untuk mengetahui dan memahami satu sama lain. Postmodernisme tidak perlu dipandang sebagai kesombongan intelektual, diskusi akademik yang jauh dari kehidupan nyata, tetapi sebagai fase historis manusia yang menawarkan kemungkinan yang belum ada sebelumnya kepada banyak orang, sebuah fase yang memberikan kemungkinan lebih mendekatkan beragam orang dan kultur ketimbang sebelumnya. [10]

C. Tantangan postmodernisme bagi Islam
Akbar S.Ahmed dalam bukunya postmodernisme dan islam dalam sub judul iblis jahat: media sebagai majikan mengatakan bahwa media sebagai pokok postmodernisme. [11] Dalam sejarah, tak ada yang telah mengancam kaum muslim seperti media barat, tidak mesiu senjata abad pertengahan, yang digunakan dengan terampil oleh kaum muslim di medan perang sehingga di india berdiri Dinasti Mughal, tidak juga kereta api dan telepon, yang telah membantu menjajah mereka, bahkan tidak juga pesawat udara yang mereka kuasai untuk penerbangan nasional. Media barat selalu ada dimana – mana, tak pernah berhenti dan tak pernah memberikan kesempatan. Media menyelidiki dan menyerang tanpa henti, tanpa memperlihatkan kasih sayang terhadap yang lemah.

Selanjutnya perlu bagi kita untuk memahami sifat dari media ini yang dalam bukunya Ahmed selalu menyebutnya dengan kata – kata iblis. media tidak setia dan tidak ingat teman, mungkin salah satu karakter terpenting media adalah tidak setia. Karena itu, media membuat adanya perasaan mendua. Kita tahu massa media berarti kekuatan, penegasan superioritas kultural, dan perluasan filsafat politik. Media adalah senjata sangat pentingdigudang persenjataan setiap negara. Kita juga tahu bahwa belum ada sebelumnya dalam sejarah, sebuah adikuasa begitu heran melihat senjatanya sendiri dimanipulasi oleh musuh. [12]

Media memperhatikan warna kulit dan pada lahirnya bersifat rasis. Pahlawan media haruslah berkulit putih, atau jika coklat, harus disamak supaya putih. Mata biru dan rambut pirang disukai. Yang menjadi penjahat selalulah orang asia. Si hitam masih merupakan streotip. media adalah pengabadian diri dan sangat bersifat sumbang. Bagi seorang bintang sebuah film yang sukses akan diperbincangkan di Televisi, akan disusul wawancara diberbagai harian dan majalah dan penampilan diberbagai iklan, soundtrack lagu akan memperluas pemasaran produk. Kemudian disusul skandal sang bintang di berbagai tabloid, akan semakin banyaklah publisitas. Media tak henti – hentinya mengasuh para favoritnya.

massa media telah menaklukkan kematian. Kematian seorang bintang tidak berdampak pada karir di media. Kematian dipandang sebagai tindakan profesional yang bijaksana. Ketika Elvis meninggal dunia, dia dikatakan telah membuat karir terbaiknya. pada dasarnya media bersifat demokratis dan mewakili masyarakat umum. Media telah membuat fakta lebih asing daripada fiksi, sehingga fiksi lebih enak dilihat dan di dengar. Berita televisi disajikan dengan cara yang hampir menandingi drama dan fiksi terbaik, seringkali berlangsung satu jam, dengan musik dramatik, pembaca berita terkenal dengan status bintang, dengan film dan laporan langsung dari pojok dunia yang paling jauh, berita menjadi menarik. Amedis dapat mengubah situasi sehari – hari yang biasa menjadi pertunjukan. media dengan bersifat netral terhadap posisi – posisi moral dan pesan – pesan spiritual. Media bisa menayangkan gambar semaraknya perayaan natal di Amerika satu detik dan pada detik berikutnya orang – orang eropa yang kelaparan. Beberapa detik tersebut sungguh tidak menggambarkan kompleksitas masyarakat amerika dan afrika. Ini menimbulkan pertanyaan : bagaimana kita menghubungkan gambar – gambar ini satu sama lain. Dan bagaimana posisi kita dalam menghubungkannya dengan semua itu media kuat karena teknologi tinggi, tetapi lemah karena antropologi kultural. Perang teluk adalah kasus. Sementara teknologi tinggi memaparkan kejadian dari menit ke menit di teluk dari segi militer sejumlah serangan udara mendadak, perilaku para serdadu, gerakan tank dan kapal komentarnya memperlihatkan jurang yang besar dalam menginterpretasikan makna sosial dan kultural peristiwa – peristiwa tersebut. dalam dunia kita dunia memainkan peran kunci dalam masalah internasional dan akan meningkatkan peran ini. Para ahli media memilih dan mengirim pesan – pesan yang mereka ingin kita menerimanya. [13]

Dengan melihat beberapa ciri media diatas, maka dapat di mengerti mengapa kaum muslim memandang postmodernisme sebagai nihilisme dan anarki.

D.Strategi muslim
Respon orang muslim terhadap postmodernisme sama dengan yang terjadi pada satu abad yang lalu : mundur, yang disertai pengungkapan menggebu – gebu keimanan dan kemarahan. Dari sanusi di afrika utara, hingga mahdi di sudan, orang muslim tampil menantang imperialisme eropa dan karena diserang, lalu kembali ke padang pasir dan pegunungan. Di pegunungan dan padang pasir mereka dapat meloloskan diri dari kolonialisme eropa, disana terdapat kekuatan tradisi, integritas adat, dan harapan pembaharuan. Bagi orang eropa, orang muslim, di padang pasir dan pegunungannya, memperoleh tempat yang aman,bebas dari kekuasaan dan pemerintah eropa, orang muslim kembali ke masa lalu, seakan – akan masa sekarang tak pernah ada.

Tetapi sekarang ada satu perbedaan yang penting. Jika satu abad yang lalu orang muslim dapat mundur untuk mempertahankan integritas kehidupan mereka, sekarang wilayah mereka sudah dipenetrasi, kemajuan teknologi tidak memungkinkan lagi untuk meloloskan diri, satelit di angkasa dapat pemantau setiap unta yang melintasi padang pasir arab. Yang juga dapat dipenetrasi adalah kehidupan kota kelas menengah muslim yang aman, nyaman dan abadi. [14]

Orang muslim sekarang perlu menghadapi fakta bahwa tidak ada jalan untuk menghindar, tidak ada jalan untuk mundur, tidak ada tempat untuk bersembunyi, dari sang iblis. Zaman posmodernis pada tahun 1990-an menghantam pintu ijtihad muslim, orang muslim mengabaikan agama yang sedang terancam bahaya, sebelum membuka paksa pintu itu, orang muslim harus tahu kekuatan dan sifat zaman dan untuk itu harus memahami siapa yang mempresentasikannya. Yang lebih penting, orang muslim harus memahami mengapa figur – figur madonna dapat mempresentasekan zaman ini. Serangan datang pada saat kaum – kaum muslim berada pada keadaan terlemah, para penguasa yang korup, para administrator yang tidak becus, dan para pemikir yang lemah, menandai masyarakat mereka. Sekalipun ada bentuk simbolik dan retorik, namun semangat islam sering kali tidak ada dalam usaha mereka, sementara lebih dari sebelumnya, ijtihad sangat dibutuhkan yang melibatkan wanita, pendidikan dan politik.

Akhirnya, diam dan menghindar bukanlah tugas yang mudah dalam zaman ini. Yang diberikan zaman posmodernis pada kita melalui defenisinya adalah potensi, kemungkinan, visi tentang keselarasan melalui pemahaman. Dalam teori, dalam postur, bahkan melalui logika asal-muasalnya, postmodernisme mmenganjurkan toleransi. Pada permulaan abad ke-21, konfrontasi antara islam dan barat menimbulkan dilema internal bagi keduanya. Ujian bagi muslim adalah bagaimana melestarikan esensi pesan – pesan al-quran, tentang adl dan ahsan, ilm dan shabr,tanpa mereduksinya menjadi sekedar nyanyian kuno dan kosong dalam zaman kita, bagaimana berpartisipasi dalam peradaban global tanpa menghapus identitas mereka. Itu adalah ujian yang paling berat. Kaum muslim berada di persimpangan jalan, jika mengambil satu jalan, mereka bisa memanfaatkan vitalitas dan komitmen mereka untuk dapat memenuhi tujuan meereka dipentas dunia, jika mengambil yang lain, mereka bisa menghamburkan energi mereka melalui perselisihan kecil : harmoni dan harapan versus perpecahan dan kekacauan. [15]

Selanjutnya harapan yang di kehendaki dari barat adalah agar barat menggunakan kekuatan besarnya yang mencakup media untuk membantu menyelesaikan berbagai problem yang telah berlarut-larut dalam masyarakat muslim. Berbagai problem yang terkait antara muslim dan non muslim, termasuk diantaranya masalah wanita, anak-anak dan lain – lain perlu diperhatikan. Tidak akan ada tatanan dunia yang adil dan bergairah, apalagi tata dunia baru jika kesalahan – kesalahan yang pernah terjadi tidak diperbaiki.

BAB III
PENUTUP
Makalah Postmodernisme Dalam Islam

Postmodernisme menurut Akbar S.Ahmed merupakan suatu fase kelanjutan dari modernisme. Dalam bukunya beliau menyatakan bahwa media sebagai ciri pokok dari postmodernisme, yang banyak mengandung bahaya terhadap orang muslim. Di balik itu dalam kesimpulannya ia memandang bahwa postmodernisme juga mengandung harapan yang hanya mungkin jika ada toleransi yang universal. saya pribadi setelah membaca makalah ini berpendapat bahwa postmodernisme merupakan hal yang harus di teliti ulang, bagi saya islam merupakan agama yang sempurna dan kemodernan islam tidak terkalahkan dalam segala bidang. Akhir kata dari saya postmodernisme no..islam yes

DAFTAR PUSTAKA
  • Akbar S. Ahmed, postmodernisme bahaya dan harapan bagi islam, Mizan, cet. IV, Bandung,1996.
  • Alwi Shihab, Islam Inklusif, Mizan,1999.
  • Bryan S Turner, Orientalisme postmodernisme dan globalisme,Riora Cipta, 2002.
  • Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis wacana kesetaraan kaum beriman,Paramadina, Jakarta, 2001.
  • Ernest Gelner, Menolak postmodernisme antara fundamentalisme rasionalis dan fundamentalisme religius, Mizan, 1994.
  • John L Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern,Mizan, Jilid 4, 2001.
  • Syahrin Harahap, Islam Dinamis, Tiara Wacana, Yogya, 1997
mau tahu footnotenya klik di sini.


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved