Aneka Ragam Makalah

Makalah Tujuan Instruksional~Kompetensi Dasar



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Tujuan Instruksional~Kompetensi Dasar

1. Latar Belakang Masalah
Teknologi pendidikan mempunyai arti suatu proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide, alat, dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah yang berkaitan dengan segala aspek belajar (AECT, 1971). Teknologi instruksional juga berpengertian seperti itu, tetapi dibatasi hanya pada situasi belajar yang terkontrol dan bertujuan. Jadi, penggarapan pada teknologi instruksional tidak untuk seluruh aspek belajar seperti halnya pada teknologi pendidikan.

Teknologi instruksional dirumuskan sebagai proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide alat, dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah dalam situasi belajar yang bertujuan dan terkendali. Di sini perlu digaris bawahi ke dalam situasi belajar yang bertujuan dan yang terkendaliĆ¢ yang berarti tidak menggarap semua aspek belajar. Situasi belajar yang bertujuan dan yang terkendali di sini berarti banyak berkaitan dengan kegiatan instruksional, kegiatan membelajarkan sasaran dengan segala komponen yang diperlukannya. Pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan sebagai komponen-komponen instruksional adalah bidang-bidang yang digarap untuk kepentingan instruksional. Komponen-komponen tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya, dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan hasil belajar sasaran secara terkendali sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Konsep teknologi instruksional seperti tersebut di atas mengandung pengertian yang luas. Di dalamnya terliput seluruh komponen yang mendukungnya, berproses menuju kepada suatu arah yang jelas sejalan dengan tujuan-tujuan pendidikan. Dengan begitu, pengertian ini merupakan proses sistem, sistem instruksional yang secara khusus digambarkan atau dijabarkan dalam konsep pengembangan sistem instruksional. Dikatakan sistem instruksional karena seluruh komponen yang terliput di dalamnya merupakan satu kesatuan yang saling berfungsi dan berproses menuju kepada suatu tujuan.

2. Perumusah Masalah
  • Apakah pengertian Tujuan Instruksional ?
  • Bagaimanakah Fungsi, prinsif, strategi, metode dari tujuan Instruksional
  • Apakah Mamfaat Instruksional dalam TIU dan TIK ?
3. Tujuan Pembahasan
Sementara yang menjadi tujuan pembahasan pada makalah ini adalah:
  • Untuk menemukan pengertian tujuan Instruksional secara konseptual
  • Memahami Fungsi, prinsif, strategi, metode dari tujuan Instruksional
  • Mengenali tujuan Instruksional dalam implementasi di bidang Pendidikan
4. Manfaat Pembahasan
Untuk memenuhi tugas terstuktur pada mata kuliah Teknologi Pendidikan.
Makalah ini akan menjadi bahan penulis-penulis berikutnya diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam upaya proses belajar-mengajar di sekolah
Memberikan pemahaman dan pengertian secara generalisasi tentang tujuan Instruksional dalam bidang pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN
FUNGSI, PRINSIP, PERUMUSAN TUJUAN INSTRUKSIONAL, STRATEGI, METODE, SATUAN ACARA INSTRUKSIONAL

2.1. Fungsi
Terdapat dua fungsi utama dalam teknologi instruksional di dalam prosesnya menuju pencapaian tujuan-tujuannya, yaitu fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional. Fungsi pengembangan instruksional merupakan hal yang berhubungan dengan proses dalam menganalisis masalah, termasuk merancang, melaksanakan, dan menilai usaha pemecahan masalah. Fungsi-fungsi ini meliputi riset-riset teori, desain, produksi, seleksi, evaluasi, logistik, dan pemanfaatan atau penyebaran. Sedangkan fungsi yang berkaitan dengan proses mengarahkan atau mengoordinasi (atau mengelola) salah satu atau beberapa dari fungsi tersebut di atas termasuk ke dalam fungsi manajemen instruksional. Fungsi-fungsi ini meliputi pengelolaan organisasi dan pengelolaan personel. Baik fungsi manajemen instruksional maupun fungsi pengembangan instruksional semuanya mengacu kepada komponen-komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, dan digunakan dalam rangka memproses pembelajaran sasaran.[1]

2.2. Prinsip
Prinsip berarti hubungan fungsional antara konsep-konsep. Mempelajari prinsip berarti memplajari pula konsep-konsep. Konsep di sini maksudnya adalah gambaran kesimpulan yang ada pada pikiran seseorang tentang objek atau benda, baik objek yang nyata maupun objek yang abstrak (teoretis). Sebuah konsep tentang kambing, misalnya, bisa bermacam arti yang dikesankan, bergantung pada konteks yang digunakannya serta pada arti denotatif atau arti konotatifnya.

Konsep tentang teknologi instruksional, seperti sudah diuraikan pada bagian yang lalu, merupakan satu pengertian yang utuh tentang proses dalam pengelolaan belajar dan mengajar, yang didalamnya melibatkan berbagai komponen dan aspek-aspek lain yang mendukungnya seperti orang, bahan, atau pesan. Berbagai komponen dan aspek lain yang saling berkaitan tadi membentuk suatu hubungan yang bersifat sistemik dan fungsional. Hubungan-hubungan tersebut saling mengikat antara yang satu dengan yang lainnya, membentuk suatu keteraturan yang relatif menetap, dan itu dinamakan prinsip, prinsip dalam teknologi instruksional. Sedikitnya ada tiga prinsip yang dikenal dalam teknologi instruksional, yakni: prinsip lebih menekankan kepada sasaran:
prinsip pendekatan sistem:
prinsip pemanfaatan seluas mungkin sumber-sumber informasi edukatif (komponen sistem instruksional): yang meliputi sumber informasi tercetak, terekam, analog, digital, koleksi pada situs-situs internet[2].

2.3. Perumusan Tujuan Instruksional
Rumusan tujuan instruksional beranjak dari kerangka sistem yang lebih besar, yaitu tujuan nasional, baru kemudian tujuan tersebut tersebar ke dalam tujuan-tujuan pada kerangka sistem yang lebih kecil seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan instruksional. Hubungan antara tujuan-tujuan tesebut bersifat subordinasi. Artinya, tujuan instruksional harus sejalan, mengacu, dan bedasar pada tujuan kurikuler, seterusnya tujuan-tujuan kurikuler harus sesuai dengan tujuan kelembagaan (institusional), akhirnya semua tujuan yang ada harus mengacu dan mendukung tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional. Subordinasi artinya hubungan bertingkat, jadi semua tujuan yang lebih kecil lingkupnya harus sesuai dengan dan mendukung tujuan-tujuan yang lebih luas, yang untuk Indonesia berakhir pada tujuan nasional, atau untuk bidang pendidikan adalah tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah yang tercantum dalam rumusan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara), Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep ini telah disinggung di bagian lalu, tetapi disini ditulis lagi untuk kepentingan penjelasan[3].

Tujuan instruksional adalah target akhir yang diharapkan bisa dicapai oleh setiap instruktur pendidikan atau para praktisi komunikasi lainnya setelah melakukan suatu proses kegiatan instruksional. Tujuan ini berlaku baik bagi komunikator maupun bagi sasaran (komunikan) meskipun sebenarnya yang akan diukur keberhasilan-keberhasilannya adalah pihak sasaran. Bagi komunikator, tujuan-tujuan ini setidaknya dapat dijadikan patokan kegiatan untuk pelaksanaan instruksional sehingga proses kerjanya mempunyai arah yang jelas. Sedangkan bagi sasaran, rumusan tujuan ini bisa dijadikan target tentang kemampuan yang dimilikinya setelah melewati proses instruksional. Dan memang rumusan tujuan instruksional ini dikhususkan untuk kepentingan sasaran, untuk melihat apakah sasaran telah memiliki kemampuan yang sesuai dengan pola tujuan ini atau belum, baik kemampuan yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor.

Tujuan instruksional sebenarnya masih dibedakan antara yang umum dan yang khusus. Yang pertama rumusannya lebih luas daripada yang kedua, dan karenanya ia kurang operasional. Tujuan instruksional umum disingkat TIU, sedangkan tujuan instruksional khusus disingkat TIK. Baik TIU maupun TIK keduanya merupakan patokan harapan setiap instruktur dalam melakukan tugasnya membelajarkan sasaran. Inilah yang tempaknya akan berkembang menjadi satuan rumusan berdasarkan sasaran (tujuan) yang harus dicapai oleh setiap anggota sasaran (komunikan), dan rumusannya disebut sasaran belajar. (Tentang sasaran belajar ini bisa dibaca di tempat lain karena ia mempunyai ciri-cirinya yang agak berbeda dengan pola rumusan tujuan instruksional). Terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki oleh setiap tujuan instruksional, terutam TIK, yang antara lain sebagai berikut.
  • Tujuan harus menggambarkan kemampuan tertentu yang diharapkan bakal tercapai oleh sasaran dan harus bersifat obervable dan measurable (dapat diamati dan dapat diukur), baik dalam bidang kognitif, afektif, maupun psikomotornya.
  • Tujuan hendaknya menyebutkan bidang pengalaman tertentu yang harus dikuasai oleh sasaran setelah berlangsungnya tindakan instruksional.
  • Tujuan harus jelas dan tidak boleh terlalu banyak yang hendak dicapainya, misalnya cukup tergambarkan dalam sebuah kalimat yang menggunakan satu kata kerja aktif saja.
  • Tujuan harus bersifat operasional, artinya tidak abstrak.
  • Tujuan harus mempunyai kegunaan bagi banyak orang. Tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat tidak perlu dirumuskan dalam kegiatan instruksional.[4]
Berikut adalah beberapa contoh rumusan tujuan instruksional dengan penggunaan kata kerja yang bersifat operasional dan dapat diukur. Bidang kognitif Setelah mengikuti ceramah atau kuliah ini, sasaran diharapkan dapat [5]:

A. TIU:
1) mengenal konsep tentang .......
2) memahami pengertian .........

B. TIK:

4) mendefiniskan .........
5) menguraikan .........
6) Bidang afektif:

Setelah mengikuti ceramah ini sasaran diharapkan dapat:

C. TIU:

1) menyadari pentingnya .......
2) memperhatikan ...........

D. TIK:

3) menjawab setaip pertanyaan..........
4) mengubah ...........
c) Bidang psikomotor:

Setelah mengikuti ceramah ini sasaran diharapkan dapat:

E. TIU:

1) memperagakan ...........
2) mendemonstrasikan ........

D. TIK:

3) memasang ...........
4) menggerakkan .......

2.4. Strategi instruksional
Strategi instruksional adalah pendekatan menyeluruh atas proses belajar dan mengajar dalam sistem instruksional. Ia merupakan perencanaan penuh perhitungan yang kemungkinan-kemungkinan kegiatannya bakal ditempuh dalam pelaksanaannya nanti, dirinci dengan saksama. Upaya-upaya atau kegiatan lanjut dari strategi ini adalah metode, teknik, dan taktik. Ketiga istilah terakhir ini mempunyai arti penjabaran yang lebih operasional daripada strategi, bahkan dapat dikatakan metode, teknik, dan taktik merupakan kelanjutan kegiatan strategi secara operasional, langsung, dan praktis. Akan tetapi, apabila ditelusuri lagi, ketiga istilah ini masing-masing bisa mempunyai arti yang tidak sejalan, artinya tidak berada pada kerangka sistem yang berhubungan secara subordinatif.

Metode bisa merupakan penjabaran dari strategi karena upaya untuk mencapai tujuan-tujuan strategi bisa ditempuh dengan berbagai metode. Metode itu bisa terjadi cukup luas, terutama jika dilihat segi operasionalisasinya seperti misalnya ada metode ceramah, metode diskusi, dan metode-metode komunikasi sejenisnya. Namun, teknik dan apalagi taktik mempunyai pengertian yang lebih sempit lagi karena ia merupakan bagian langsung dari metode. Artinya, pelaksanaan suatu metode bisa ditempuh dengan berbagai teknik. Metode mengajar berkuliah, misalnya, bisa dilakukan dengan bermacam teknik yang cocok untuk situasi dan kondisi tertentu. Pengertian taktik lebih sempit lagi daripada beberapa istilah terdahulu. Ia merupakan istilah yang sebenarnya jarang digunakan dalam dunia instruksional. Dalam konteks umum, taktik terkadang mempunyai konotasi negatif meskipun tidak selalu demikian. Taktik banyak dikaitkan dengan kelihaian, atau bahkan kelicikan, akal budi seseorang untuk mengakali orang lain supaya ia bisa mendapat keuntungan dari akalnya tadi. Taktik biasanya sulit dipelajari secara teknis karena ia lebih banyak berkaitan dengan kepintaran akal seseorang pada suatu situasi.[6]

Beberapa metode yang serig digunakan dalam kegiatan atau lebih khususnya dalam strategi instruksional antara lain adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode seminar, metode simulasi, metode laboratorium, dan metode kuliah lapangan. Di antara semua metode tersebut tidak dapat dikatakan mana yang lebih unggul atau bahwa metode tertentu lebih baik untuk semua kondisi daripada yang lainnya sebab masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Pada situasi tertentu metode ceramah barangkali akan lebih baik daripada metode-metode lainnya, juga sebaliknya. Di sinilah letak tentang pentingnya pemilihan strategi bagi seorang komunikator pendidikan, dan khususnya pemilihan metode yang akan digunakan pada situasi dan kondisi yang sedang dihadapinya. Masalah metode instruksional tidak kami bahasa lebih panjang lagi berhubung dengan terbatasnya halaman. Pembaca yang budiman dipersilakan membaca lebih lanjut dalam buku yang khusus membicarakan masalah strategi instruksional, termasuk masalah metode, teknik, dan taktik yang dibahas di dalamnya.

2.5. Metode Instruksional dan waktu pelaksanaannya
Strategi artinya suatu perencanaan menyeluruh atas semua aspek kegiatan dengan rincian pelaksanaan yang runtut sehingga diharapkan dapat menjamin kelancaran dan keberhasilan kegiatan tersebut. Meskipun sebenarnya tidak ada jaminan sesungguhnya tentang keberhasilan yang diharapkannya itu, namun setidaknya akan lebih baik hasilnya dibandingkan dengan kegiatan yang tanpa perencanaan dan strategi. Adapun metode merupakan bagian dari strategi, artinya suatu teknik atau cara yang runtut untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau kegiatan yang sudah direncanakan dalam strategi tadi.

Dalam program pendidikan pengguna, misalnya, strategi artinya suatu perencanaan menyeluruh atas pelaksanaan kegiatan pendidikan pengguna perpustakaan dengan runtutan kegiatan yang jelas. Untuk melaksanakan strategi pendidikan pengguna ini dilakukan dengan metode kegiatan, yang antara lain dilakukan dengan metode pengajaran dalam program pendidikan pengguna. Karena program pendidikan pengguna juga sebagai program belajar dan mengajar antara pustakawan dan pengguna pada umumnya dalam hal pemanfaatan segala informasi dan sumber-sumber informasi di perpustakaan, maka metode pengajarannya mirip dengan metode pengajaran yang dilakukan di dunia pendidikan pada umumnya. Metode pengajaran ini melibatkan berbagai media yang digunakan dalam program pendidikan pengguna, dan namanya media pengajaran.[7]

Dari banyaknya metode pengajaran dan juga media pengajaran yang bisa digunakan dalam pelaksanaan kegiatan program pendidikan pengguna perpustakaan, maka pustakawan tidak perlu menggunakan semuanya sekaligus atau asal pilih. Penetapan metode dan media yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat pelaksaan kegiatan pendidikan pengguna perpustakaan ini dilaksanakan. Tak ada satu metode dan media pun yang secara umum lebih unggul dan bisa digunakan di segala situasi dan kondisi. Yang ada hanyalah bahwa media dan metode pengajaran tertentu lebih sesuai atau lebih cocok jika digunakan pada situasi dan kondisi tertentu pula.

2.6. Satuan Acara Instruksional
Kini kita sampai pada pembuatan satuan acara instruksional sebagai persiapan untuk suatu kegiatan instruksional, baik itu kuliah, mengajar, ceramah, ataupun tindakan komunikasi kepada sekelompok sasaran. Persiapan itu kita susun ke dalam suatu pola yang dinamakan Satuan Acara Instruksional (SAI) atau Satuan Acara Pembelajaran (SAP), bergantung pada konteks mana pola itu diperuntukkan. Di sekolah dikenal SAP, juga di perguruan tinggi. Namun, untuk konteks instruksional yang lebih luas kami menyebutnya dengan SAI.

Manfaat SAI atau SAP yang terpenting ialah sebagai bahan pedoman bagi seorang komunikator, yakni guru, instruktur, penyuluh lapangan, penatar, atau para praktisi komunikasi lainnya dalam melakukan kegiatannya mengkomunikasikan ide atau gagasannya kepada sasaran. Pola SAI-SAP ini juga bisa dibuat untuk satu paket program lengkap selama beberapa kali waktu pertemuan ataupun hanya untuk satu kali penampilan saja. Pada kegiatan instruksional di sekolah dan di perguruan tinggi, pola ini bisa dibuat secara lengkap, misalnya untuk satu mata pelajaran atau mata kuliah selama satu semester. Namun, untuk kegiatan komunikasi instruksional lainnya seperti misalnya penataran, penyuluhan, atau ceramah pola pembuatannya bisa disesuaikan dengan luasnya bidang garapan, ruang lingkupnya, dan alokasi waktu yang tersedia. Bisa setengah jam, satu jam, dua jam, atau beberapa jam yang dilaksanakan dalam sekali, dua kali, atau beberapa kali penampilan, misalnya[8].

Secara ringkas pembuatan SAI-SAP bisa menganut berbagai cara, baik berupa topik-topik yang diuraikan maupun berupa kolom-kolom yang perlu diisi dengan item yang disediakan. Pada umumnya butir-butir yang termuat dalam rencana program SAI-SAP terdiri dari kolom bidang ilmu, subbidang ilmu, topik atau pokok bahasan, sasaran, TIU, TIK, pokok-pokok materi, media yang digunakan, waktu yang tersedia, evaluasi, dan kolom untuk sumber bacaan. Butir-butir tersebut tidak mutlak harus seperti itu; ada juga orang yang menambahkan beberapa kolom lagi untuk kegiatan bidang tertentu sesuai dengan rincian yang ditetapkannya.

KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN-SARAN

3.1 Kesimpulan
Konsep teknologi instruksional seperti telah diuraikan sebelumnya mengandung pengertian yang luas. Di dalamnya terliput seluruh komponen yang mendukungnya, berproses menuju kepada suatu arah yang jelas sejalan dengan tujuan-tujuan pendidikan. Dengan begitu, pengertian ini merupakan proses sistem, sistem instruksional yang secara khusus digambarkan atau dijabarkan dalam konsep pengembangan sistem instruksional. Dikatakan sistem instruksional karena seluruh komponen yang terliput di dalamnya merupakan satu kesatuan yang saling berfungsi dan berproses menuju kepada suatu tujuan.

Dalam pengertiannya yang sempit orang sering menghubungkan teknologi instruksional dengan media, bahkan teknlogi instruksional dianggap sebagai media. Media artinya perantara, saluran pembawa pesan. Dengan demikian, dalam konteks ini teknologi instruksional dianggap sebagai teknologi pembawa pesan, pesan-pesan instruksional, tentunya. Pengertian ini muncul dari hasil revolusi komunikasi yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, khususnya kegiatan belajar dan mengajar selain bahan-bahan yang sudah ada seperti guru, papan tulis, dan alat-alat pengajaran tradisional lainnya. Media yang dimaksudkan di sini adalah radio, televisi, film, video kaset, transparansi, komputer dll., yang dirancang khusus untuk aplikasi kegiatan pendidikan dan instruksional. Di dalam media ini terliput juga perangkat lunak (software) dan perangkat kerasnya (hardware) yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena masing-masing tidak bisa berdiri sendiri. Contohnya, film tanpa proyektor tidak ada gunanya.

3.2. Implikasi
Tujuan instruksional adalah target akhir yang diharapkan bisa dicapai oleh setiap instruktur pendidikan atau para praktisi komunikasi lainnya setelah melakukan suatu proses kegiatan instruksional. Tujuan ini berlaku baik bagi komunikator maupun bagi sasaran (komunikan) meskipun sebenarnya yang akan diukur keberhasilan-keberhasilannya adalah pihak sasaran. Bagi komunikator, tujuan-tujuan ini setidaknya dapat dijadikan patokan kegiatan untuk pelaksanaan instruksional sehingga proses kerjanya mempunyai arah yang jelas. Sedangkan bagi sasaran, rumusan tujuan ini bisa dijadikan target tentang kemampuan yang dimilikinya setelah melewati proses instruksional. Dan memang rumusan tujuan instruksional ini dikhususkan untuk kepentingan sasaran, untuk melihat apakah sasaran telah memiliki kemampuan yang sesuai dengan pola tujuan ini atau belum, baik kemampuan yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor.

3.3 Saran-saran
Dari berbagai uraian diatas tentunya Terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki oleh setiap tujuan instruksional, terutama TIK, yang antara lain sebagai berikut: yang diantaranya adalah :
  • Tujuan harus menggambarkan kemampuan tertentu yang diharapkan bakal tercapai oleh sasaran dan harus bersifat obervable dan measurable (dapat diamati dan dapat diukur), baik dalam bidang kognitif, afektif, maupun psikomotornya.
  • Tujuan hendaknya menyebutkan bidang pengalaman tertentu yang harus dikuasai oleh sasaran setelah berlangsungnya tindakan instruksional.
  • Tujuan harus jelas dan tidak boleh terlalu banyak yang hendak dicapainya, misalnya cukup tergambarkan dalam sebuah kalimat yang menggunakan satu kata kerja aktif saja.
  • Tujuan harus bersifat operasional, artinya tidak abstrak.
  • Tujuan harus mempunyai kegunaan bagi banyak orang. Tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat tidak perlu dirumuskan dalam kegiatan instruksional.

DAFTAR PUSTAKA
  • AECT, 1977. The Definition of Education Technology, AECT, Washington, D.C.
  • Basset, Ronald E., dan Mary-Jeanette Smythe, 1979. Communication and Instruction, New York, Harper dan Row
  • Depdikbud, Dirjen Dikti, NKK, 1981. Kumpulan Naskah Penataran Bimbingan dan Konseling untuk Tenaga Pengajar Perguruan Tinggi Se-Indonesia: Psikologi Belajar, UI, Jakarta.
  • Intens, Wayan, 1986. Pemilihan Strategi Instruksional, PAU-UT dan Pustekkom Dikbud, Jakarta
  • Jourdan, Manfres, 1984. Communicative Competence of the Educator and the Educatee, dalam Education Vol. 30, Institute for Scientific Cooperation, Tubingen.
  • Kartasurya, Koyo, 1986. Pendekatan Sistem, PAU-UT dan Pustekkom Dikbud, Jakarta.
  • Mudhoffir, 1986. Teknologi Instruksional, Remadja Karya, Bandung.
  • Rahardjo, R., dan L. Hariandja, 1986. Media Instruksional, PAU-UT dan Pustekkom Dikbud, Jakarta.
  • Sadiman, Arief Sukadi, 1986. Pengembangan Sistem Instruksional, PAU-UT dan Pustekkom Dikbud, Jakarta.
  • Saettler, Paul, 1986. A History of Instructional Technology, McGraw-Hill, New York.
  • Sudjarwo, S., 1986. Pengertian dan Peranan Sumber Belajar, PAU-UT dan Pustekkom Dikbud, Jakarta
  • Surachmad, Winarno, 1976. Metodologi Pengajaran Nasional: Sari Didaktik, Jemmars, Bandung.
  • Yusup, Pawit M., 1998. Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional. Remaja Rosdakarya, Bandung

Footnote
-----------------------------
[1]Intens, Wayan, Pemilihan Strategi Instruksional(Jakarta: PAU-UT dan Pustekkom Dikbud, 1986), h.33
[2]Mudhoffir.Teknologi Instruksional(Bandung: Remadja Karya, 1986), h.22
[3]Sadiman, Arief Sukadi, Pengembangan Sistem Instruksional, (, Jakarta:PAU-UT dan Pustekkom Dikbud, 1986), h.56
[4]Rahardjo, R., dan L. Hariandja, Media Instruksional (Jakarta:PAU-UT dan Pustekkom Dikbud, 1986), h.23-30
[5] Wayan, Pemilihan Strategi Instruksional, h.57-58. lihat juga: Depdikbud, Dirjen Dikti, NKK, Kumpulan Naskah Penataran Bimbingan dan Konseling untuk Tenaga Pengajar Perguruan Tinggi Se-Indonesia: Jakarta:Psikologi Belajar, 1981), h. 22-29
[6]Surachmad, Winarno, 1976. Metodologi Pengajaran Nasional: Sari Didaktik, Jemmars, Bandung. Lihat juga : Mudhoffir.Teknologi Instruksional, h. 22
[7] Arief Sukadi, Pengembangan Sistem Instruksional, h.46-48
[8] Yusup, Pawit M., 1998. Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional. Remaja Rosdakarya, Bandung


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved