Aneka Ragam Makalah

MAKALAH PROFESI KEPENDIDIKAN



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
A. Pendahuluan

Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.

Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo memandang bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan visi ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik yang profesional (aspek kualitatif).

Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan makin dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan profesinya, mampu membeli buku, dan mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya, menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut sebagai conditio sine qua non (syarat mutlak).

Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek kuantitatif saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini guru adalah jantungnya. Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan pembaharuan secanggih apapun akan berakhir sia-sia.

Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika guru profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga visi yang telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.


B. Pengertian kode etik dan profesi

Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.

Sedangkan Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut. Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi.

Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut :

1. Komitmen Tinggi

Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya.

2. Tanggung Jawab

Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri.

3. Berpikir Sistematis

Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.

4. Penguasaan Materi

Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang dilakukannya.

5. Menjadi bagian masyarakat profesional

Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya. Setiap profesi harus mempunyai kode etik profesi.Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Sebagai contoh, dapat dicantumkan beberapa pengertian kode etik, antara lain sebagai berikut:

Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri/Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sispil sebagai aparatur Negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri.Dari urai ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.

Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahawa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni:

Sebagai landasan moral,
Sebagai pedoman tingkah laku.

Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.

C. Tujuan Kode Etik

Pada dasarnya tujuan merumuskankode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
  • Untuk menjunjung tinggi martabat profesi

Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remes terhadap profesi akan melarang. Oleh karenya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atauk kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode etik juga sering kali disebut kode kehormatan.
  • Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya

Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental).Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.

Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
  • Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi

Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabian profesi, sehingga bagi anggota profesi daapat dengan mudah megnetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
  • Untuk meningkatkan mutu profesi

Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
  • Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartispasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejateraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.


D. Penetapan Kode Etik

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para naggotanya.Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan.

Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan seccara murini dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.


E. Kode Etik Guru Indonesia

Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat.Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menuunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat.Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.

Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkandalam suatu konges yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XVI tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:

KODE ETIK GURU INDONESIA

Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhdapa Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdian Republik Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
  • Guru berbakti membimbing peserta didik untukmembentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
  • Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
  • Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
  • Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yangmenunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
  • Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhdap pendidikan.
  • Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
  • Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
  • Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
  • Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
E.1 Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.

Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.

E.2 Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik

Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.

Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain.

Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan Hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.

Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).

Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.

Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.

E.3 Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan

Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.

Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.

Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.

E.4 Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja

Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.

Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.

Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.

Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.


F. SANKSI-SANKSI JABATAN GURU

Sering ktia jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, seingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang.Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.

Menurut ketentuan UU RI No. 14 Tahun 2005 dijelaskan sanksi terhadap guru dan dosen yang tidak menjalankan tugas dan kewajibannya pada pasal 77 dan 78 secara bertahap berupa: teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak gurudan dosen, penurunan pangkat, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian tidak dengan hormat.

Sanksi yang terberat bagi guru dan dosen adalah sanksi yang diberikan oleh masyarakat. Jabatan atau profesi guru dan dosen sangat mulia di mata masyarakat sebagai pendidik dan pengajar. Kedudukan tersebut dapat berubah menjadi hina ketika guru dan dosen melakukan tindakan yang melanggar aturan agama atau etika yang berlaku dalam masyarakat.

Sebagai contoh dalam hal ini. Jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggpakecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.


PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI GURU

KODE ETIK
KASUS PELANGGARAN
SOLUSI
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila
· Guru memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan sanksi, mengancam dan menghukum peserta apabila melanggar aturan atau tidak mengikuti kehendak guru.
· Guru memberikan imbalan / hadiah semata-mata untuk membina kepatuhan peserta didik
· Guru menciptakan situasi pendidikan otoriter yang membentuk manusia dengan pribadi pasrah, patuh, penurut, dan takluk kepada penguasa (guru). Mengasingkan orang-orang yang kreatif, berpendirian dan mandiri
· Guru bersifat humanis-demokratik menekankan konformitas internalisasi bagi peserta didiknya.
· Pendidikan mendorong berkembangnya kemampuan yang ada pada diri peserta didik. Situasi pendidikan mendorong dan menyerahkan kesempatan pengembangan kedirian peserta didik kepada peserta didik sendiri. Pengembangan kebebasan disertai dengan pertimbangan rasional, perasaan, nilai dan sikap, ketrampilan dan pengalaman diri peserta didik
2. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagi bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
· Guru tidak memahami sifat-sifat yang khas (karakteristik) peserta didiknya
· Guru memperlakukan peserta didiknya secara tidak tepat sehingga membentuk prilaku yang menyimpang
· Guru memahami peserta didiknya tidak sesuai dengan proses perkembangan anak, sehingga dalam melakukan bimbingan dan pembinaan sering menimbulkan kecelakaan pendidikan.
· Keengganan guru untuk melakukan bimbingan dan pembinaan
· Guru dapat menghadapi anak didiknya secara tepat sesuai dengan sifat-sifat khas yang ditampilkan anak didiknya itu.
· Guru dapat menghadapi anak dengan benar dalam membentuk tingkah laku yang benar.
· Guru dapat terhindar dari pemahaman yang salah tentang anak, khususnya mengenai keragaman proses perkembangan anak yang mempengaruhi keragaman kemampuannya dalam belajar.
3. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya PBM
· Guru tidak mampu mengembangkan strategi, metode, media yang tepat dalam pembelajaran disebabkan tidak memahami tingkahlaku peserta didiknya.
· Guru mematikan kedirian dan kemandirian peserta didik
· Guru tidak menumbuhkan rasa kepercayaan dan penghargaan atas diri peserta didiknya, sehingga mematikan kreativitas si anak.
· Guru memperlakukan peserta didik tidak sesuai dengan konsep HMM. Situasi pendidikan yang tercipta adalah otoriter dan konformitas “membabi buta”
· Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku peserta didiknya. Apabila guru memahami tingkahlaku peserta didik dan perkembangan tingkah laku itu, maka strategi, metode, media pembelajaran dapat dipergunakan secara lebih efektif.
· Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada peserta didik adalah menjadikan peserta didik mampu mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur dalam diri peserta didik.
· Sesuai dengan pendapat Prayitno, bahwa pembelajaran harus sesuai konsep HMM (Harkat dan Martabat Manusia). Antara guru dan peserta didik terjalin hubungan yang menimbulkan situasi pendidikan yang dilandasi dua pilar kewibawaan dan kewiyataan. Pengaruh guru terhadap peserta didik didasarkan pada konformitas internalisasi.
4. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional
· Guru tidak menunjukkan kejujuran sehingga tidak pantas untuk ditiru, misalnya: suka ingkar janji, pilih kasih, memanipulasi nilai, mencuri waktu mengajar, dan lain sebagainya.
· Guru mengajar tidak sesuai dengan bidang keilmuannya sehingga sering melakukan kesalahan secara keilmuan.
· Kejujuran adalah salah satu keteladanan yang harus dijaga guru selain prilaku lain seperti mematuhi peraturan dan moral, berdisiplin, bersusila dan beragama.
· Guru harus menjaga keteladanan agar dapat diterima dan bahkan ditiru oleh peserta didik.
5. Menjaga hubungan baik dengan orangtua, murid dan masyarakat sekitar untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
· Guru tidak pernah mengkomunikasikan perkembangan anak kepada orangtuanya, sehingga orangtua tidak mengetahui kemajuan belajarnya.
· Guru tidak pernah mengajak orangtua untuk membicarakan bersama yang menyangkut kepentingan anak dan sekolah, melainkan memutuskan secara sepihak, misalnya: pembelian buku anak, seragam sekolah, kegiatan anak di luar kurikuler, dan sebagainya
· Guru harus bekerjasama dengan orangtua dan juga lingkungan masyarakat dalam pendidikan. Tanggung jawab pembinaan terhadap peserta didik ada pada sekolah, keluarga, dan masyarakat.
· Hal yang menyangkut kepentingan si anak seyogyanya guru (sekolah) mengajak orangtua dan bahkan lingkungan masyarakat untuk bermusyawarah.
6. Seorang guru harus saling menghormati dan menghargai sesama rekan seprofesi
· Hubungan antar guru tidak harmonis (misalnya: saling menjelekkan dan saling menjatuhkan bahkan berkelahi)
· Etos kerja harus dijaga dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, serta menjaga hubungan baik dengan saling menghormati dan menghargai dan mau bekerjasama/ saling menolong antar sesame guru.
7. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
· Mutu guru merosot karena guru tidak mau mengembangkan diri berupa peningkatan bidang keilmuan dan kompetensi profesi guru misalnya melalui: studi lanjutan, pelatihan, penataran, dan lain-lain
· Martabat guru jatuh, misalnya: bekerja tidak disiplin, melakukan perbuatan tak senonoh, menggelapkan uang sekolah, membocorkan soal, memanipulasi data nilai, dan sebagainya.
· Seharusnya guru tetap berusaha memacu diri untuk selalu mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan dengan usaha pengembangan diri yang optimal melalui pelatihan, penataran, atau seminar. Jika mutu guru baik, maka martabat profesi guru juga akan meningkat.
· Guru juga seharusnya merubah paradigma lama dengan paradigma baru yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta senantiasa terus melakukan upaya perbaikan dalam meningkatkan mutu pendidikan
· Guru tidak melakukan perbuatan yang bertentangan peraturan Negara dan norma yang berlaku yang dapat menjatuhkan harkat dan martabat guru.
8. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial
· Merendahkan guru lain
· Tidak memberikan kepercayaan kepada guru lain
· Tidak menghargai hasil karya guru lain
· Tidak mau menolong kesulitan guru lain
· Perlu ada hubungan yang harmonis antar sesama profesi guru. Tidak saling merendahkan guru lain. Justru sebaliknya harus saling menjaga martabat profesi guru. Segala persoalan diselesaikan dengan musyawarah dan semangat kekeluargaan. Terhadap sesama guru harus mau saling bekerjasama dan memiliki kesetiakawanan social (saling menolong).
9. Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya
· Bersikap masa bodoh dengan organisasi PGRI
· Melanggar kode etik profesi guru sehingga merendahkan organisasi PGRI
· Tidak mau membantu sesama anggota PGRI
· Sebagai anggota PGRI, guru seharusnya aktif terlibat dalam kegiatan organisasi. Berusaha meningkatkan perjuangan dan pengabdiannya terhadap dunia pendidikan bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya.
· Menjaga martabat PGRI sebagai organisasi guru.
10. Guru bersama-sama melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
· Guru baik sendiri atau bersama-sama tidak mengikuti kebijakan pemerintah dalam pendidikan, misalnya: tidak membuat perangkat pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tidak berupaya mengubah paradigma lama dengan yang baru dalam pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum.
· Guru/ sekolah membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Misalnya: Guru menggunakan buku yang tidak disahkan BSNP, guru/sekolah menjual buku ke siswa padahal sudah dilarang.
· Seharusnya guru membuat perangkat pembelajaran (program tahunan, program semester, silabus, RPP, dan sistem penilaian) sesuai kurikulum yang berlaku. Perangkat disiapkan terencana dan terjadwal.
· Guru/sekolah dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan pemerintah di bidang pendidikan.

A. Organisasi Profesional Keguruan

Seperti yang telah disebutkan salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk meyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi. . Didalam perkembangannya organisasi guru teah banyak mengalami diferensinya dan di versifikasi. Sebagaiaman telah dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat (6) bahwa “ Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususnya seta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”. Akan tetapi yang perlu di ingat bahwasannya setiap organisasi kependidikan guru/kependidikan dapatnya memberi manfaat bagi anggotanya, baik melindungi anggotanya dan melindungi masyarakat.

B. FUNGSI ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN

Organisasi kependidikan selain sebagai cirri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi sebagai pemersatu seluruh anggota dalam kiprahnya menjalankan tugasnya, dan memiliki fungsi peningkatan kemampuan professional, kedua fungsi tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut :

1. Fungsi pemersatu
Kdorongan yag menggerakkan pada professional untuk membentuk suatu organisasi keprofessian. Secara intrinstik, para professional terdorong oleh keinginanya mendapatkan kehidupan yang layak, sesuai dengan profesi yang diembannya. Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi pengembangan suatu profesi yang secara teoritas sangat sulit dihadapi dan diselesaikan.

2. Fungsi Peningkatan Kemampuan Profesional
Fungsi ini telah tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi ; “ Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk peningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan professional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan. Menurut Johnson (Abin Syamsuddin, 1999 :72), kompetensi kependidikan dibangun oleh enam perangkat kompetensi berikut ini :
  • a. Performance component, yaitu unsur kemampuan penampilankinerja yang sesuai dengan profesi kependidikan
  • b. Subject component, yaitu unsur kemampuan penguasaan bahan/substansi pengetahuan yang relevan.
  • c. Profesional component, yaitu unsur kemampuan penguasaan subtansi pengetahuan dan ketarampilan teknis profesi kependidikan.
  • d. Process component, yaitu unsur kemampuan penguasaan proses-proses mental mencakup berpikir logis dalam pemecahan masalah.
  • e. Adjustment component, yaitu unsur kemampuan penyerasian dan penyesuaian diri berdasarkan karakteristik pribadi pendidik.
  • f. Attitudes component, yaitu unsur komponen sikap, nilai, kepribadian pendidik/guru.

C. TUJUAN ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN

Menurut visinya secara umum ialah terwujudnya tenaga kependidikan yang professional
  • 1. Meningkatkan dan mengembangkan karier anggota, hal itu merupakan upaya organisasi dalam bidang mengembangkan karir anggota sesuai bidang pekerjannya.
  • 2. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal pada diri tenaga kependidikan
  • 3. Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profeional anggota merupakan upaya para professional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai kemampuan.
  • 4. Meningkatkan dan mengembangkan martabat anggota, merupakan upaya organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi.
  • 5. Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan merupakan upaya organisasi profesi kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya.

D. RAGAM BENTUK PARTISIPASI GURU

Bentuk partisipasi anggota profesi tidak sebatas terdaftar menjadi anggota dengan memberikan sejumlah iuran rutin, namun lebih dalam bentuk nyata yang bersifat professional. Beberapa bentuk partisipasi dalam organisasi profesi guru bias berupa :
  • 1. Aktif mengomunikasikan berbagai pikiran dan pengalaman yang mengarah kepada pembaharuan dan perbaikan mutu pendidikan.
  • 2. secara aktif melakukan evaluasi diri, baik secara perorangan mapun kelompok dalam hal praktek professional dengan mengacu kepada standart profesi yang telah ditetapkan oleh organisasi
  • 3. Bentuk partisipasi mewujudkan perilaku dan sikap professional dalam kehidupan dan lingkungan kerja guru
E. MACAM-MACAM ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN DI INDONESIA

Secara kuantitas, tidak berlebihan jika banyak kalangan pendidik menyatakan ahwa organisasi profesi kependidikan di indonesia berkembang pesat bagaikan tumbuhan di musim penghujan. Sampai sampai ada sebagian pengemban profesi pendidikan yang tidak tahu menahu tentang organisasi kependidikan itu. Yang lebih dikenal kalangan umum adalah PGRI.

Disamping PGRI yang satu-satunya organisasi yang diakui oleh pemerinta juga terdapat organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang didirikan atas anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, organisasi ini tidak ada kaitan yang formal dengan PGRI. Selain itu ada juga organisasi profesional guru yang lain yaitu ikatan serjana pendidikan indonesia (ISPI), yang sekarang suda mempunyai nanyak devisi yaitu Ikatan Petugas Bimbingan Belajar (IPBI), Himpunan Serjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HSPBI), dan lain-lain, hubungannya secara formal dengan PGRI juga belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling menunjang dalam meningkatkan mutu anggotanya.[14]

K.1 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.

Pada saat didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada tiga misi lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan misi kesejahteraan.[15]

Misi profesi PGRI adalah upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai penegak dan pelaksana pendidikan nasional. Guru merupakan pioner pendidikan sehinnga dituntut oleh UUSPN tahun 1989: pasal 31; ayat 4, dan PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 agar memasuki organisasi profesi kependidikan serta selalu meningkatkan dan mengembagkan kemampuan profesinya.

Misi politis-teologis tidak lain dari upaya penanaman jiwa nasionalise, yaitu komitmen terhadap pernyataan bahwa kita bangsa yang satu yaitu bangsa indonesia, juga penanaman nilai-nilai luhur falsafah hidup berbangsa dan benegara, yaiitu panca sila. Itu sesungguhnya misi politis-ideologis PGRI, yang dalam perjalanannya dikhawatirkan terjebak dalam area polotik praktis sehingga tidak dipungkiri bahwa PGRI harus pernah menelan pil pahit, terperangkap oleh kepanjangan tangan orde baru.

Misi peraturan organisasi PGRI merupakan upaya pengejawantahan peaturan keorgaisasian , terutama dalam menyamakan persepsi terhadap visi, misi, dan kode etik keelasan sruktur organisasi sangatlah diperlukan. Dipandang dari segi derajat keeratan dan keterkaitan antaranggotanya, PGRI berbentuk persatuan (union). Sedangkan struktur dan kedudukannya bertaraf nasional, kewilayahan, serta kedaerahan. Keanggotaan organisasi profesi ini bersifat langsung dari setiap pribadi pengemban profesi kependidikan. Kalau demikian, sesunguhnya PGRI merupakan organisasi profesi yang memiliki kekuatan dan mengakar diseluruh penjuru indonesia. Arrtinya, PGRI memiliki potensi besar untuk meningkatkan hakikat dan martabat guru, masyarakat, lebih jauh lagi bangsa dan negara.

K.2 Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)

Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya.[16] Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984. Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu: (a) Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia; (b) meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para angotanya; (c) membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan negara; (d) mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidikan; (e) meindungi dan memperjuangkan kepentingan profesional para anggota; (f) meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai spesialisasi pendidikan; dan (g) menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan.

Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang tlah ada himpunannya adalah Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.

K.3 Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan himpunan para petugas bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya.

Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai berikut ini.
  • 1. Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.
  • 2. Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik, alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaik-baiknya.
  • 3. Meingatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
Untuk menopang pencapaian tujuan tersebut dicanangkan empat kegiatan, yaitu:
1. Pengembangan ilmu dalam bimbingan dan konseling;
2. Peningkatan layanan bimbingan dan konseling;
3. Pembinaan hubungan dengan organisasi profesi dan lembaga-lembaga lin, baik dalam maupun luar negeri; dan
4. Pembinaan sarana (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).

Kegiatan pertama dijabarkan kembali dalam anggaran rumah tangga (ART IPBI, 1975) sebagai berikut ini.
1. Penerbitan, mencakup: buletin Ikatan Petugas Bmbingan Indoesia dan brosur atau penerbitan lain.
2. Pengembangan alat-alat bimbingan dan penyebarannya.
3. Pengembangan teknik-teknik bimbingan dan penyebarannya.
4. Penelitian di bidang bimbingan.
5. Penataran, seminar, lokakarya, simposium, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis.
6. Kegiatan-kegiatan lain untuk memajukan dan mengembangkan bimbingan.


G. Daftar Pustaka

  • Soetjipta dan Kosasi Raflis. 2007. Profesi Keguruan . Jakarta: Rineka Cipta
  • Organisasi Profesi Guru http://id.shvoong.com/books/dictionary/1968825-organisasi-profesi-guru/#ixzz1Io7jMlur
  • http://beautifulindonesiaandpeace.blogspot.com/2009/01/makalah-profesi-keguruan.html
  • http://qade.wordpress.com/2009/02/11/profesi-keguruan/
  • http://trieelangsutajaya2008.wordpress.com/2009/02/16/kode-etik-guru-2008/
  • http://pai-smpn21padang.blogspot.com/

Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijinkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah MAKALAH PROFESI KEPENDIDIKAN, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved